Media publikasi tulisan-tulisan unik, menarik dan menginspirasi

Kabupaten Agam

Ibu kota dari Kabupaten Agam adalah Lubuk Basung, sebuah kota berstatus kecamatan.

Carito Lapau, Episode 1 : BASAMO MEMBANGUN SUMBAR MADANI

"Ah biaso sajo itu. Dulu paresiden nan kini ko takah itu juo. Indak salasai jadi gubernur, baru duo tahun, alah mancalon presiden", kato si Buyuang Mada.

Omerta, Justice Collaborator dan Mar Yanto

Sehebat-sehebatnya pelaku kejahatan pasti ada jejak/bukti yang tercecer sebagai titik awal penelusuran jejak sehingga mengarah kepada pelaku

Murid-Murid Nyiak Ajuik

Menurut kabar angin, beliau memiliki kemampuan supranatural. Banyak yang percaya bahwa beliau mampu menangkal hujan, ada juga yang meyakini beliau memiliki ilmu pamikek. Bukan ilmu memikat balam atau barabah, tetapi ilmu memikat lawan jenis. Selain ilmu gaib itu, Nyiak Ajuik juga memiliki keahlian dalam ilmu teknik.

Puti Ransani Turun dari Khayangan

Puti Ransani merasa rindu ingin kembali ke Kampung kelahirannya di Maninjau. Banyak hal yang membuat ingin segera pulang

“Hoe gaat het met jou?”, Bagaimana keadaanmu?

Pagi ini, imajinasi saya melayang mengenang Persahabatan Soekarno dengan Moh. Hatta. Persahabatan yang melahirkan Proklamasi Kemerdekaan, Pasangan Presiden dan Wakil Presiden, Dwi Tunggal dan pada akhirnya berpisah dengan mundurnya Hatta dari jabatan Wapres.

 

Semua orang tahu bahwa antara Soekarno dan Hatta sangat berbeda dalam banyak hal, terutama aliran pemikiran dan perfomance. Soekarno sangat stylish, blak-blakan, dan egois. Sebaliknya, Hatta sangat sederhana, lembut dan demokratis.

 

Hatta adalah pengkritik sejati terhadap pemikiran dan kebijakan Soekarno. Apapun yang dilakukan Soekarno yang tidak tepat selalu mendapar kritikan oleh Hatta, mereka ibarat perang yang tidak usai. Tetapi itu tidak mengurangi persahabatan keduanya.

 

Sampai pada suatu waktu, ketika Soekarno bersikeras akan memasukan unsur Komunis ke dalam kabinet, Hatta tidak menyetujuinya. Bahkan Hatta memutuskan mengundurkan diri sebagai Wapres karena pertimbangannya tidak lagi didengar Soekarno. Sepeninggal Hatta, Soekarno semakin egois, kekuasaannya makin sentralistik dan dia menginginkan kekuasaan yang abadi, semua keinginannya tidak ada yang mengkritik.

 

Dari sanalah cerita persahabatan itu mulai terasa sangat berarti. Soekarno dengan segala kekuasaannya merasa kesepian karena tidak ada lagi Hatta disisinya. Tidak ada lagi orang yang mengkritiknya, tidak ada lagi orang yang membantah omongannya, tidak ada lagi mendebat pendapatnya. Soekarno hanya dikelilingi anak buah yang selalu menurut apapun kemauannya. Tetapi itulah yang membuatknya makin tidak disukai dan pada akhirnya akan membuat kekuasaannya mulai digerogoti dan semakin melemah.

 

Hatta adalah Konco Arek - Lawan Barek bagi Soekarno, kawan sejati sekaligus lawan sejati. Disaat kesendirian Hatta sangat dirindukan oleh Soekarno, Istana terasa sepi dan dingin, tidak ada suasana panas, tidak ada kritikan, tidak ada bantahan. Yang ada hanya ada anggukan diiringi bungkukan badan, “siap Tuang Presiden, Panglima Tertinggi!! kami siap laksanakan!. Semua hanya mengabarkan “aman terkendali”. Tidak ada kabar bahwa rakyat tidak suka, marah. Tidak ada kabar bahwa banyak pihak yang tidak setuju dengan kebijakan Soekarno.

 

Dalam imajinasi saya, ada kejadian ketika sedang sendiri itu, seorang pelayan Istana berkata kepada Soekarno;

 

“Apa yang tuan menungkan?, kenapa wajah tuan murung?’

 

Pertanyaan itu tidak dijawab oleh Soekarno, dia tetap melamun dengan wajah yang murung. Tatapannya jauh menembus tebalnya dinding Istana.

 

“Biasanya disaat-saat seperti ini ada Bung Hatta disini menemani Tuan, dan Tuan tidak pernah murung jika ada Hatta”, ucap pelayan itu.

 

“Jangan kau ingat-ingatkan juga Hatta itu pada saya, itu membuat saya semakin bersedih”, jawab Soekarno tanpa menoleh.

 

“Tuan telah salah, tuan lebih mendengarkan orang lain, tidak mendengarkan Hatta. Tuan membuat Hatta pergi meninggalkan Tuan. Tetapi hamba yakin, Hatta tidak membenci Tuan. Hatta hanya ingin agar Tuan bisa lebih leluasa mewujudkan keinginan Tuan, Hatta tidak ingin Tuan terganggu dengan pendapatnya”.

 

Soekarno masih diam terpaku, tubuhnya diam, tetapi dadanya berguncang menahan beragam rasa.

 

“Tahukah Tuan? Sepeninggal Hatta, Tuan semakin otoriter, tidak terkontrol. Semakin banyak orang dan pihak yang tidak suka, bahkan membenci Tuan. Orang yang Tuan percaya sepeninggal Hatta, bukan membuat Tuan semakin dekat dengan rakyat tetapi semakin menjauhkan. Membuat semakin banyak yang ingin melawan dan memberontak kepada Tuan”.

 

Soekarno tersentak, berdiri dan bergegas meninggalkan pelayan itu sambil menghempaskan pintu.

 

Hingga pada akhirnya ketika Soekarno bukan lagi jadi Penguasa, kesehatannya menurun dan dia diisolasi dan dirawat di RSPAD.

 

“Hoe gaat het met jou?”, Bagaimana keadaanmu? sapa Soekarno sambil menggenggam erat tangan Hatta. Sapaan seorang sahabat sejati sudah lama tidak bertemu. Sapaan antara dua orang manusia tanpa ada lagi embel-embel keuasaaan. Tidak ada lagi Soekarno yang gagah perkasa dengan segunung kekuasaan.

 

Tetasan air mata jatuh dari sudut mata Soekarno.

 

Hatta menggenggam erat tangan Soekarno, tidak ada kata yang terucap dari mulutnya. Hanya pandangan dan hati mereka yang bicara.

 

Sapaan Soekarno menggambarkan kesedihan dan penyesalannya telah berpisah dengan Hatta. Sapaan itu juga merupakan pengakuan bahwa Hatta benar, apa yang disampaikan Hatta selama ini benar adanya.

 

Hatta larut dalam kesedihan, airmatanya tumpah, bahunya berguncang. Hatta tetap menggenggam erat tangan Soekarno, tidak ingin melepaskannya. Bahkan ketika Soekarno berusaha memakai kacamata untuk dapat melihat wajah Hatta, sahabatnya itu. Seperti melihat untuk yang terakhir kali.

 

Soekarno meninggal dunia pada 21 Juni 1970 dan Hatta meninggal dunia 10 tahun kemudian, tepatnya pada tanggal 14 Maret 1980. Keduanya meninggalkan sejarah panjang yang tidak akan pernah berhenti untuk diingat bangsa ini. Sejarah perjuangan memerdekakan dan memimpin Republik ini.

 

Sejarah persahabatan sejati, yang berpisah karena perbedaan pandangan politik tetapi tetap bersahabat hingga akhir hayat. Setelah meninggal pun mereka tetap bersatu, pada banyak tempat nama keduanya selalu diabadikan berdua, Soekarno - Hatta.

 

Sahabat sejati, tidak selalu mengiyakan atau menyetujui omongan kita. Dia ibarat cermin yang memantulkan kebaikan ataupun keburukan kita. Jangan biarkan orang lain membuat kita menjauh dari sabahat sejati.

 

Lubuk Basung, 15 Nopember 2018 

Share:

Uang Korupsi Bau Toilet


Ketika kita pertama kali  memasuki WC atau Toilet yang kotor, akan tercium bau busuknya yang menyengat. Seakan mau muntah, tetapi setelah anda berada didalam beberapa menit, maka baunya menjadi tidak masalah. Apalagi itu hanya satu-satunya WC disitu dan kita sangat kebelet.

Bagi orang yang bersih akan berpikir bahwa cukup sekali itu dia memasuki WC itu, setelahnya ia akan menghindar agar tidak kebelet di wilayah WC itu. Bagi orang yang terbiasa bersih, meskipun WC itu bersih, ia tetap tidak nyaman karena WC tempat buang kotoran. Yang namanya kotoran baunya tidak enak, meskipun itu kotoran sendiri.

Sebaliknya, bagi orang yang bebal, ia tidak akan peduli bau itu. Ia akan selalu memasuki WC itu bahkan disaat tidak kebelet sekalipun. Ia dengan santai dan percaya diri memasuki WC yang sangat bau itu.

Apakah berarti WC itu sudah tidak ada lagi baunya Oh tidak, baunya masih ada, tetapi hidungnya  telah "terbiasa" dengan bau itu. Bahkan ia akan berlagak seperti orang yang sangat bersih walaupun sering memasuki tempat yang kotor.

Begitulah analogi orang yang melakukan Korupsi. Ia sesungguhnya tahu dan sadar melakukan hal yang kotor tetapi tetap melakukannya karena sudah terbiasa. Bahkan ia akan berlagak seperti orang yang sangat religius, taat beribadah, namun tetap melakukan korupsi.

Tulisan ini saya buat sebagai bentuk turut berkecewa cita atas seorang Hakim Agung yang ditetapkan KPK sebagai Tersangka Korupsi. Ia adalah Sudrajad Dimiyati Hakim Agung di Mahkamah Agung!!

Tulisan ini mengambil WC sebagai sorotan karena Hakim Agung yang jadi tersangka itu pernah viral karena melakukan "Lobi di Toilet" sembilan tahun lalu. Waktu itu tahun 2013, ia gagal terpilih jadi Hakim Agung saat voting di DPR padahal ia telah melakukan Lobi kepada seorang anggota DPR di Toilet Gedung DPR RI.

Pada tahun 2014 ia akhirnya terpilih jadi Hakim Agung. Tetapi jabatan yang sangat mulia itu tidak menghilangkan perilaku korup nya. Padahal disetiap sidang ia selalu disapa "Yang Mulia Hakim Agung".

Apakah ini karena dulunya ia pernah melakukan Lobi di Toilet sehingga akhirnya mau melakukan perbuatan kotor sebagaimana bau WC yang kotor. Wallahualam.

Lubuk Basung, 24 September 2022

Share:

Alek Pacah Marapulai Hilang (Pesta Mulai, Pengantin Hilang)


Di suatu kampung seorang lelaki tua berjanggut yang juga Kepala Suku mengumpulkan seluruh anggota sukunya. Setelah seluruh anggota sukunya berkumpul, Kepala Suku yang biasa disebut Mamak Berjanggut tersebut berdiri dan menyampaikan pengumuman.

Atas Hal dan Kewenangan saya sebagai Mamak, sebagai Kepala Suku dengan ini saya menyatakan bahwa pada tahun 2024 Suku kita akan mamparalekan salah seorang kemanakan saya yang bernama si Sampia. Si Sampia adalah Calon Marapulai, sedangkan untuk Anak Daronya diserahkan sepenuh-penuhnya dan seterserahnya kepada si Sampia untuk mencari dan mendapatkannya.

Jika ada yang bertanya kenapa si Sampia dan kenapa belum ada calon Anak Daronya, jawaban saya adalah karena dia adalah kemanakan terbaik dari kemanakan yang baik-baik. Dan dia sudah patut untuk diparalekan!

Setelah menyampaikan pengumuman tersebut, pertemuan besar itu bubar. Sebagian besar anggota suku bergembira dan senang dengan pengumuman tersebut, tetapi sebagian lainnya tidak senang.

Si Sampia memang banyak dikagumi karena penampilan yang gentlemen, tutur katanya yang indah dan nyaring.

Bagaimana pun juga si Sampia bukan lah Calon Marapulai terbaik karena pernah di "PTDH" kan ketika menjadi seorang Patih di Kerajaan.

Selanjutnya, si Sampia juga dianggap tidak konsisten dalam berpendirian, plin-plan. Dulu ia pernah bersumpah bahwa jika Induk Semangnya  (yang lama) baralek maka ia tidak akan baralek pula di tahun yang sama. Tetapi saat ini sumpah itu dilanggarnya karena induk Semangnya yang lama sudah duluan mengatakan akan ikut baralek di tahun 2024.

"Mamak ndak beres!!", Ucap seorang anggota suku ketika pertemuan telah bubar. "Entah siapa yang akan calon Anak Daronya, sudah diumumkan akan memparalek an si Sampia", sambungnya setelah menghembuskan asap rokok dari mulutnya.

"Iya, bertele saja kerja mamak kita itu, siapa pula yang akan berani mengusulkan kemenakannya jadi Calon Anak Dari untuk disandingkan dengan si Sampia!", timpal kawannya yang duduk di sudut kedai.

" Maksud engku?, bukan kah si Sampia itu lelaki tampan, sekarang sudah diangkat jadi Kemenakan oleh Mamak kita yang juragan itu!,

"Mamak itu kan pitihnya sayuik, kekayaannya tanggung. Dia tidak bisa menghantar si Sampia sampai duduk di pelaminan karena butuh biaya yang sangat besar.

Dia harus meminta bantuan kepada juragan-juragan yang lain, minimal harus ada 2 orang juragan yang memodalinya.

Sekarang, yang digosipkan dekat dengan Mamak berjanggut itu kan ada 2 juragan tetapi keduanya tidak akan mau membantu secara cuma-cuma. Yang satu mau membantu tetapi dengan syarat anaknya yang akan jadi Anak Daronya. Tetapi biaya untuk baralek gadang masih belum cukup.

Juragan yang satunya lagi, tidak jelas apa maunya.  Makanya cita-cita mamak berjanggut untuk memparalek an si Sampia akan sulit terwujud.

Sebagai anak kemenakan Mamak Berjanggut kita prihatin dan khawatir apa yang disampaikan mamak akan menjadi Prank nantinya. Calon Marapulai tidak mendapatkan Calon Anak Daro, atau kalaupun dapat tetapi biaya Alek tidak cukup. Si Sampia tidak jadi duduk di pelaminan.

Sama lah itu kejadian dengan yang ada di lagu Minang, Alek Pacah Anak Daro Hilang.

Kalau itu yang terjadi maka buruk menung Mamak Berjanggut dan si Sampia. Kasihan.


Lubuk Basung, 6 Oktober 2022

Share:

Mental Korupsi


Dua tahun lalu ketika wabah Covid melanda negeri ini, saya menyebut bahwa menyalurkan bantuan Covid itu adalah perjuangan.

Tidak mudah untuk menyalurkan bantuan kepada orang yang tepat dan benar-benar membutuhkan. Lagipula bantuan yang disalurkan jumlahnya tidak seberapa untuk orang-orang yang berkecukupan.

Tetapi dibalik semua itu, setelah badai Covid berlalu ternyata banyak kasus penyalahgunaan dana bantuan Covid-19. Silakan cari Google, akan muncul puluhan berita tentang penyalahgunaan dana bantuan Covid-19.

Jika penyaluran bantuan Covid-19 disebut perjuangan, maka penyalahgunaan dana bantuan Covid-19 pantas disebut Bermentak Kurang Sehat, jahiliyah, tidak bermoral dll.

Dana bantuan disalahgunakan, ditilap, dikorupsi untuk keperluan pribadi, dimakan bersama isteri, anak dan keluarganya. Zalim, membahagiakan keluarga dengan uang korupsi! Dengan ketawa-ketawa menikmati uang bantuan yang seharusnya disalurkan pada orang yang membutuhkan.

Janganlah berlagak hebat ketika berhasil memakan uang bantuan tanpa diketahui. Mungkin manusia, mungkin aparat hukum luput untuk mengetahui tetapi hati kecil anda akan berkata bahwa anda salah!

Anda boleh berlagak alim dan menunaikan semua kewajiban agama tetapi itu tidak akan mampu menutupi pekerjaan zalim yang Anda lakukan.

Anda boleh berpangkat tinggi, berjabatan mentereng tetapi selama pikirannya masih berorientasi maling, anda layak disebut tidak sehat mental. Menampakan kekuasaan dengan kekuatan uang, mempertahankan kekuasaan dengan uang menandakan lemahnya mental keimanan dan kejujuran.

 

Jangan korupsi, sehatkan mental Anda!

Share:

Cuki Si Bolon


Cerita "Sagun-sagun Rasa Garam" adalah titik awal dari terbukanya "cuki" Si Bolon.

Si Bolon langsung dianggap Hebat karena berhasil mengungkap beberapa kasus perdagangan gelap. Banyak puja dan puji diterima si Bolon dari berbagai kalangan. Si Bolon dianggap sebagai Calon Pemimpin Opas masa depan.

Karir si Bolon semenjak menjadi Opas memang cemerlang. Si Bolon selalu mendapat promosi jabatan. Mulai dari petugas piket, promosi menjadi pengawal pribadi, promosi lagi jadi ajudan hingga terakhir menjadi Komandan Bataliyon.

Si Bolon memang pandai berinduk semang. Semua yang menjadi atasan si Bolon  selalu dibuat senang. Semua perintah dilaksanakan dan semua tugas dikerjakan. Si Bolon tidak pernah membantah, dia selalu samiakna waatakna.

Ilmu itu diperoleh si Bolon ketika masih menjadi stokar atau kenek Oto bus antar kota antar propinsi.

Si Bolon setiap saat bekerja dengan baik, mencek ban, rem, air radiator dan lain-lain. Dalam perjalanan bus, si Bolon selalu siap siaga, jika di pendakian dia sudah mempersiapkan ganjar jika sewaktu-waktu bus mogok.

Kembali ke karir si Bolon saat ini hingga tersangkut kasus Sagun-sagun. Pada awalnya banyak yang tidak percaya si Bolon terlibat karena rekam jejak karirnya yang cemerlang.

Tetapi dalam persidangan Kode Etik Opas akhirnya semua terbongkar, termasuk kelicikan si Bolon. Ternyata si Bolon memang hanya pandai "baminyak aia", sejatinya si Bolon suka "mamatah" atau korupsi.

Selama ini si Bolon sering mengicuh atasannya. Dia dianggap hebat karena selama memungut uang keamanan sering berhasil melampaui target. Hal itu tentu membuat  atasannya bangga dan senang.

Tetapi sesungguhnya semua itu akal-akalan si Bolon. Dia ternyata menurunkan target dari yang seharusnya. Misalnya target yang realistis 100 dia turunkan jadi 50. Tentu saja itu sangat mudah dicapai Bahkan dilampaui.

Bahkan si Bolon sering "mangapik-ngapik kapalo Harimau" menjual nama atasan untuk menggaham pihak lain. Misalnya, selain memungut uang keamanan yang resmi dia juga meminta sumbangan dan upeti lainnya.

Dan uang-uang itu, yang seharusnya disetorkan dan diketahui atasannya ternyata telah dikorupsinya terlebih dahulu. Uang yang terkumpul  sebenarnya 1000 tetapi yang dia setor dan laporkan hanya 500.

Salah seorang saksi mengatakan bahwa dia rutin didatangi si Bolon untuk memungut uang keamanan dan sekaligus juga dimintai sumbangan. Oleh si Bolon sumbangan itu dikatakan adalah perintah atasannya. Saksi akhirnya memberikan sumbangan itu kepada si Bolon supaya relasinya dengan atasan si Bolon tetap terjalin baik.

Tetapi ternyata sumbangan itu tidak pernah sampai ke atasan si Bolon, karena telah dia sikat sendiri. Itu terungkap ketika saksi dikinfrontasi dengan atasan si Bolon. Atasan si Bolon mengaku tidak pernah menyuruh meminta sumbangan apalagi menerima sumbangan.

Akibat kesalahan tersebut, akhirnya Sidang Kode Etik menyatakan bahwa si Bolon terbukti bersalah " Pertama, si Bolon Mamatah Uang Keamanan, Kedua, Menjual-jual nama Atasan untuk Kepentingan Pribadi, Ketiga, Melakukan Pungli dan memakan sendiri Uang Pungli"

Atas kesalahan-kesalahan tersebut si Bolon dijatuhi Sanksi yaitu "Dikeluarkan dari Kesatuan Opas sampai waktu yang tidak ditentukan".

 

... bersambung

Share:

Sagun-sagun Rasa Garam


Sore itu Ujang Panik akan menikmati Sagun-sagun yang baru dibelinya dari Pedagang di Pasar Gelap. Untuk mendapatkan sagun-sagun bukan perkara mudah, apalagi harganya sangat mahal.

Di kampung Ujang Panik berlaku aturan bahwa Sagun-sagun merupakan barang terlarang dikonsumsi dan diperdagangkan. Sagun-sagun dilarang karena siapapun yang mengkomsumsinya akan membuat orang itu sukat tidur dan pemalas.

Tetapi baru mencicipi satu sendok Ujang Panik merasa aneh dengan rasa Sagun-sagun itu yang tidak seperti biasa.

Ada rasa asin-asinnya, dia mulai curiga apalagi setelah menghabiskan satu porsi. Tidak ada perubahan apapun yang dirasakan kecuali rasa asin itu yang masih membekas di mulutnya.

Dia lantas mengambil lagi satu bungkus yang rencananya akan dikonsumsi minggu depan.

Kemudian dia membuka bungkus itu dan memperhatikan butiran-butiran halus bening itu. Dia lantas mengambil salah satu butiran yang agak besar dan mencicipinya.

"Asin! ini garam, sialan!", Ujang Panik mengumpat sambil meludah. Ternyata Sagun-sagun yang dia beli telah dioplos dengan garam.

Diam-diam kemudian dia menelpon dan melaporkan pedagang sagun-sagun tersebut ke Opas atau petugas keamanan. Setelah menelpon dia membuang handphonenya.

Sebulan kemudian Ujang Panik menyaksikan berita heboh di televisi. Seorang Opas berpangkat tinggi yang juga Komandan Wilayah ditangkap karena menjual barang bukti hasil tangkapan kepada Toke atau Bandar. Barang bukti yang disita sebanyak 3,7 kg dan yang sudah dijual sebanyak 6,3 kg.

Komandan Opas yang bernama Tuangku Sati itu sangat terkenal karena beberapa bulan lalu berhasil menggagalkan perdagangan Sagun-sagun sebanyak 50 kg. Karena keberhasilan itu Tuangku Sati banyak mendapatkan pujian.

Dari hasil penyelidikan Komandan Opas Tuangku Sati ternyata berperan sebagai aktor peredaran barang terlarang tersebut. Dia yang pertama sekali punya ide dan memerintahkan anak buahnya si Bolon untuk menggelapkan sebagian barang bukti hasil tangkapan 50 kg sagun-sagun. Bolon sebagai anak buah yang diperintah lalu mengambil 5 Kg barang bukti dan menggantinya dengan 5 kg garam. 5 kg sagun-sagun tersebut lalu disimpan dirumahnya.

Sagun-sagun yang disimpan bukan sembarang sagun-sagun, harganya sangat mahal. Sekilo sagun sagun harganya mencapai 2 miliar.

Setelah beberapa minggu si Bolon mendapat perintah dari Tuangku Sati untuk segera menjual barang yang 5 kg tersebut. Hasil penjualan barang tersebut akan dibagi dengan porsi 2/3 untuk Komandan, dan 1/3 untuk anak buah.

Si Bolon langsung melaksanakan perintah Tuangku Sati. Tetapi sebelum menjual barang tersebut, tanpa sepengetahuan Tuangku Sati, dia terlebih dulu mengoplos barang tersebut dengan garam sehingga beratnya menjadi 10 kg. Dengan tujuan agar mendapat uang hasil penjualan lebih banyak.

Setelah menjual sebagian tersebut menjual sebagian sagun-sagun tersebut si Bolon langsung menyerahkan uang hasil penjualannya kepada Tuangku Sati.

Total dia sudah menjual 6,7 kg sagun-sagun. Hingga suatu ketika dia didatangi Tim Opas Pusat dan menangkapnya. Dalam kejahatan tersebut dari tangan Tuangku disita uang hasil penjualan sagun-sagun sebesar 2,38 miliar dan dari si Bolon sebesar 11,02 miliar.

Melihat siaran TV itu, Si Ujang Panik bercarut sambil tertawa, "si Bolon kalera, bukan awak saja yang dikicuhnya, kumandannya pun kena kicuh, dicampur nya sagun-sagun itu dengan garam!

Kaleraa!!

 

Lubuk Basung, 14 Oktober 2022

Share:

Cinta Sampai Maninjau

Wow! very lovely lake!!, luar biasa indahnya...” guman Irwan ketika memandang keindahan Danau Maninjau dari Kelok 44 di Ambun Pagi.

Dikelilingi gugusan bukit hijau yang menyegarkan mata. Air danau nampak tenang, berwarna biru terkena pantulan langit, seolah menyimpan misteri yang dalam. Keindahannya jauh lebih memukau dibandingkan Danau Toba yang kemarin dia lewati. Bahkan sangat jauh lebih indah dari Danau Limboto nun di “kampungnya” di Gorontalo.

Pantas saja Presiden Bung Karno sampai mengambarkan keindahan danau Maninjau dengan sebuah pantun, “Jika makan arai Pinang, makanlah dengan sirih yang hijau, jangan datang ke Ranah Minang, kalau tak mampir ke Maninjau."

Bagi Irwan ini adalah perjalanan “pulang kampung” setelah hampir dua puluh tahun tidak pernah datang lagi ke kampungnya, kampung kelahiran mendiang Ibunya.

Ya, terakhir dia pulang ke Maninjau saat masih berusia 4 tahun. Tidak lama setelah Ibundanya meninggal karena kecelakaan di Medan. Dia kemudian dibawa oleh Ayahnya pulang ke Maninjau. Setelah itu ayahnya pamit kepada keluarga ibunya untuk membawa anak tunggalnya Irwan ke Gorontalo, kampung ayahnya. Disana dia dibesarkan sampai dewasa oleh Ayahnya.

Ketika sedang asyiik menikmati keindahan itu, dia teringat seorang gadis. Aida ! dimana kah gadis itu berada, dimanakah kampungnya di Sumatera Barat ini?. Gadis yang baru dia kenal 2 hari yang lalu ketika naik pesawat dari Surabaya menuju Jakarta.

Dalam perkenalan singkat itu Irwan terpesona dengan kecantikan dan keanggunan gadis itu. Berkali-kali Irwan mencoba menghubungi tetapi tidak pernah menyambung, tidak aktif atau diluar jangkauan.

Aida, ah tatapannya ketika akan berpisah di Terminal 3 Ultimate Soekarno Hatta membuat tubuh Irwan bagai terpaku kelantai. Langkahnya terasa berat beranjak.

Berkali-kali Irwan menoleh ke arah Aida, seakan ingin mengatakan sesuatu, tetapi terasa tidak mungkin. Diwajah Aida juga terpancar hal yang sama dengan Irwan, ada rasa berat melangkahkan kaki meunju pesawat yang akan membawanya ke Padang.

Sementara Irwan harus melanjutkan perjalanannya ke Kualanamu Medan. Ah, kenapa pesawat ini tidak delay saja. 1 jam.. 2 jam, mungkin itu cukup untuk kembali bercerita. Bukan bercerita, tetapi mengungkapkan apa yang dirasakan saat ini.

Perlahan Aida menjauh, hilang dibalik sekat-sekat gedung bandara itu. Tinggal Irwan sendiri masih berdiri kaku. Pikirannya berkecamuk. Tidak tahu harus bagaimana.

Dengan gontai Irwan menuju bangku-bangku tempat menunggu keberangkatan. Didekat “gate” keberangkatan pesawat menuju Medan.

Pesawat Irwan masih 1,5 jam lagi. Irwan mencoba menelpon nomor yang diberikan Aida tadi. Tetapi sudah tidak aktif. Irwan gelisah, berdiri dan berjalan menuju pintu keluar.

Di salah satu sudut Irwan kembali duduk, kemudian membuka tas dan mengambil koran. Membacanya. Tapi hatinya tetap tidak tenang, pikirannya terus membayangkan gadis itu.

“Di Maninjau nyo dima Uda ?’, Irwan dikagetkan pertanyaan sopir minibus itu.

“Kampuang Dadok Sungai Batang”, jawab Irwan.

Lamunannya buyar, ternyata dia sudah hampir sampai di tujuan. Dari rambu jalan di tiap tikungan tertulis Kelok 2. Tidak berapa lama sampai pada Kelok 1. Akhirnya mobil itu berbelok menuju arah Sungai Batang.

Sampai di Kampuang Dadok, Irwan tidak kesulitan mencari alamat yang dituju karena kampung itu tidak begitu ramai. Dengan sekali bertanya, ia mendapatkan petunjuk yang jelas.

---000---

Assalamu’alaikum !

“Waalaikum salam, sia tu ?”, tanya suara di atas rumah.

Tidak lama mucul wajah perempuan dari balik pintu.

“Saya tek, Irwan !” sambil bergegas membuka sepatunya.

“Ondeeh Irwan, naiak lah...ado Mak Datuak disiko kini,...”

“Capek kironyo ang tibo, etek sangko minggu bisuak”, sambung eteknya yang bernama Nursidah itu sambil membimbing tangan Irwan.

Dirumah itu Irwan disambut hangat keluarganya itu, Eteknya, Suami Etek, dan Mak Menan yang telah diangkat menjadi Datuk Kepala Suku. Itu memang bukan rumah Ibu kandungnya.

Rumah ibunya telah lama roboh karena tidak pernah lagi ditinggali sejak neneknya meninggal dan ibunya ikut ayahnya ke Medan 25 tahun lalu. Ibunya merupakan anak satu-satunya alias tungga babeleng dari neneknya.

Berdasarkan cerita Ayah Irwan, Etek Nursidah itu merupakan anak dari adik neneknya, mereka ada bertiga bersaudara, 2 perempuan dan 1 laki-laki. Eteknya itu mempunyai anak 4 orang, 2 pasang.

Setelah dihidangkan air teh hangat, Irwan shalat asyar di ruangan tamu rumah itu. Ketika selesai Shalat, Irwan berdoa. Berdoa untuk arwah ibunya yang terkubur di Medan. Dari kampung kelahiran ibunya itu dia panjatkan doa.

“Assalamu’alaikum !”, terdengar suara mengucapkan salam dari pintu.

Serentak yang ada dalam rumah itu menjawab salam. Irwan pun menoleh ke arah pintu masuk. 2 orang perempuan nampak memasuki rumah sambil membawa kantong berisi belanjaan. Yang satu berusia sekitar 20 tahun dan satu lagi sekitar 10 tahun.

Alangkah kagetnya Irwan!.

Dia seperti bermimpi, tubuhnya kembali menjadi kaku seperti di bandara itu, wajahnya tiba-tiba jadi pucat. Seakan tak percaya pada penglihatannya melihat perempuan yang baru masuk rumah itu.

Dan perempuan itu Aida !

Aida pun terpana, kantong kresek ditangannya hampir terlepas ketika melihat Irwan. Terasa darahnya seperti terhenti mengalir.

"Aida,..Rani !! itu Irwan anak mendiang Mak Tuo Ema, baru tibo dari Sulawesi. Salami lah !” Ucap Ayahnya ketika melihat Aida seperti orang kebingungan.

Rani duluan mendekati Irwan, menyalami sambil mencium tangan Irwan.

Aida dan Irwan sama-sama melangkah saling mendekati. Sama-sama mengulurkan tangan, tapi jantung mereka seperti berhenti berdetak.

“Udaa, Selamat datang dikampung!” ucap Aida ketika tangan mereka saling menggenggam.

“Iyaa Aida” jawab Irwan tersenyum, seakan masih tidak percaya dengan penglihatannya.

“Aidaa, bawalah belanjaan tu kemari, mamasak lah capek, Uda Irwan kau lah lapar tu!,” suara dari dapur itu memecahkan kekakuan yang terjadi antara Aida dan Irwan.

Aida pergi ke dapur, Irwan kembali duduk bersama Ayah Aida dan Mak Datuk Menan. Bercerita tentang keadaan Ayahnya di Gorontalo sana. Bercerita tentang pekerjaannya, sampai cerita tentang rencana kapan menikah.

Amboi...menikah? Pikirannya belum pernah sampai kesana, pikirannya hanya kapan dapat bertemu lagi dengan gadis yang mempesona itu, Aida.

Dia memang telah berniat untuk mencari Gadis itu setelah urusan pulang kampungnya selesai, tetapi HP Aida tidak pernah lagi bisa dihubungi. Oo..rupanya disini memamg belum ada signal. Kalo mau menelpon harus pergi ke pasar Sungai Batang.

Dan tanpa diduga, ketika angannya masih ragu apakah akan bersua atau tidak, gadis itu dengan cepat tiba-tida muncul dihadapannya.

Namun Irwan masih tidak tenang, diantara rasa senangnya bertemu dengan gadis yang diangan-angankannya. Dia sadar, bukan pertemuan seperti ini yang dia inginkan dan harapkan.

Gadis itu adalah saudara sesuku, adiknya, sepersukuan, masih satu keturunan yang sangat dekat. Oh mengapa situasinya begini sulit.

Didapur. Aida juga resah. Berkali-kali kentang yang sedang dia pegang terlepas, namun dia terus mengupasnya, terlepas lagi.

“Hati-hati Aida, beko luko tangan tu!, apo nan sadang bapikiakan?” peringatan dan pertanyaan ibunya itu kontan membuat dia terkejut. Mukanya memerah.

“Ndak ada mak!”, Dia kembali berusaha konsentrasi.

Tidak ada kataku, bohong!. Sangat banyak yang terpikirkan. Hati Aida bimbang, memikirkan kejadian 2 hari yang lalu. Dimulai dari pesawat dari Surabaya, ketika menunggu transit di Bandara Soekarno Hatta.

Seorang Pria asing yang memikat hatinya walau pertemuan itu baru pertama kali. Lelaki yang berwajah tampan, berbudi, mempunyai tutur kata dan pembawaan yang sopan.

Ah, lelaki asing yang pantas diidamkan menjadi junjungan sampai hari tua.

Dan kini dia bertemu lagi dengan laki-laki itu. Ternyata laki-laki asing itu adalah saudaranya, sasuku, satu keturunan. Oh, hidup ini luar biasa dan tidak bisa diduga.

"Patah pucuak si bilang-bilang,

Sibirah tumbuah di rimbo,

Hati ditusuak sayang,

Kini maracun cinto"

Malamnya, mereka berkesempatan duduk berdua dan bercerita di teras rumah yang menghadap ke arah danau Maninjau.

Dari teras rumah itu Danau terlihat sangat dekat, dan seperti duduk di tepi danau. Lampu-lampu keramba terlihat berkerlap kerlip laksana kilauan permata menghias sekeliling danau. Bulan dan bintang dengan cahaya terang nya seakan bersenandung menemani Danau Maninjau.

Tenang, sepi....damai…tidak ada riak....diam...seakan danau-pun beristirahat melepas penat. Tapi tidak dengan 2 anak manusia itu.

“Aida !” suara Irwan seperti mendesah dan berbisik.

“Ya Uda!” Jawab Aida pelan.

“Ada yang ingin kusampaikan, tidak tahu apakah ini ada gunanya atau tidak”

“Apakah sama dengan yang ingin uda sampaikan di bandara ?”

Aida berdebar menunggu.bIngatan Irwan dan Aida kembali melayang mengingat pertemuan terakhir di bandara itu.

Ketika sama-sama terpaku. Saling berpandangan seakan saling berusaha untuk menyampaikan sesuatu. Tetapi hanya bisa dilakukan lewat tatapan. Dan akhirnya mereka berpisah.

“Ya Aida, namun lebih banyak dari itu, ada lagi yang lain...yang aku rasakan sejak siang tadi”.

“Sampaikan lah uda !”

“Tidak tau persis apa sebab awalnya…tapi ada yang tarasa beda ketika pertama kali melihatmu, ada getar dihati, kemudian tubuh ini seperti menuruti kata hati, entah itu persepsi yang salah atau tidak. Ada rasa takut dan malu untuk mengungkapkannya, ada pula keinginan untuk menyampaikannya, tetapi waktu kita terlalu singkat...”

“Uda, aku tahu semua itu... dari tatapan itu... ada sesuatu disana.. dan bahasa tubuh uda,...”

“Ya, entah ini perasaan yang salah, ada jawaban pula dari bahasa tubuh dan perhatian darimu, dari itu aku mulai berani berharap walau masih dalam hati, ketika masa itu akan berakhir, ingin sekali mengungkapkannya... I Love You!”

“Ndeeeh Udaaa, merinding mendengarnya… ndak tau mesti bagaimana. Ini tidak boleh ada uda, tidak mungkin...terlarang. Please Uda, buang jauh jauah rasa itu…!”,

Aida gemetar. Hatinya berkecamuk dan matanya berlinang.

“Terlarang dan tidak mungkin memang! Tapi tidak akan aku buang, melainkan akan disimpan jauh-jauh dalam hati karena baru kali ini merasakannya tapi ini pula yang terjadi…”

Irwan mengalihkan pandangannya ke arah danau, menatap jauh.

“Biarlah ini menjadi kenangan ketika nanti kembali ke Gorontalo. Mungkin aku akan cerita ke ayah bahwa keinginan beliau untuk bermenantukan gadis Minang hampir saja terlaksana” Lanjut Irwan.

“Simpanlah kalau Uda ingin menyimpannya. Akupun tidak kuat menahan hati sejak siang tadi, pikiranku berkecamuk, mengapa begini. Sejak berpisah itu, ada rasa rindu ingin bertemu lagi tetapi tidak menyangka akan secepat ini dan seperti ini. Entahlah uda...sesak dada ini terasa”,

Aida berhentik sejenak, menarik nafas panjang.

“Mudah-mudahan uda mendapat mendapatkan si Upiak (Gadis Minang) sesuai harapan Ayah”, suara Aida terdengar lirih begetar.

“Aida, suruh lah Udamu itu istirahat, besok pagi-pagi Mak Datuak menyuruh kerumahnya di Sungai Batang. Pulang dari situ, ajak lah Udamu keliling danau!” terdengar suara Nursidah setengah berteriak dari dalam rumah.

Aida dan Irwan saling berpandangan, kemudian Irwan melihat jam ditangannya, pukul 10 malam.

“Istirahat lah Uda, besok kita kerumah Mamak ", ujar Aida.

***

Siangnya, sepulang dari Irwan shalat Jumat,dengan memakai motor mereka pergi ke rumah Mamak Menan yang berjarak sekitar 3 km dari rumah Aida.

Irwan membawa motor itu dan Aida berbonceng di belakang. Beberpa kali Irwan tergagap karena jalan yang berliku dan menurun tajam.

Beberapa kali pula Aida beteriak kecil, “Awas Udaa!!” sambil berpegangan pada bahu Irwan.

Hampir saja Irwan hilang konsentrasi, bukan karna jalan itu tetapi karena sentuhan Aida. Darahnya berdesir.

Aida cepat menyadari dan segera menurunkan tangannya dari bahu Irwan. Tetapi kondisi jalan yang menurun tajam, mau tidak mau tangannya harus memegang punggung Irwan,kalau tidak maka badannya kan terdorong kedepan.

Cuaca mendung seperti mauhujan lebat. Angin bertiup kencang. Tidak sampai 10 menit mereka sampai di rumah Mamak Menan.

Disana Irwan diperkenalkan kepada isteri dan anak-anak Mamak Menan. Mamak Menan mempunyai 3 orang anak yang kesemuanya perempuan tapi yang ada dirumah hanya 2 orang. Anak perempuannya yang sulung tinggal di Jakarta ikut suaminya. Yang nomor baru tamat sekolah kebidanan, dan yang bungsu kelas 3 SMA.

Setelah bersalam-salaman Isteri dan kedua anak Mamak Menan serta Aida langsung menuju dapur. Sementara Irwan dan Mamak Menan duduk diruangan tamu.

Baru sebentar berbicang-bincang, terdengar suara Aida.

“Mamak, Da Irwan..nasi sudah terhidang, silakan makan”

“Ayo Irwan, mari kita makan” sambung Mamak Menan sambil berdiri dan berjalan ke arah meja makan yang ada di ruangan tengah rumah itu.

Irwan pun berdiri mengikuti Mamak Menan. Irwan duduk dikursi kosong sebelah kanan Mamak Menan. Disampingnya duduk Aida. Pas didepannya duduk anak menan yang baru tamat sekolah kebidanan.

“Makan lah Irwan, ada panggang ikan danau, goreng bada masiak jo palai rinuak, jarang-jarang ada di Sulawesi !” ujar isteri Mamak Menan.

“Iyo Etek!”, sahut Irwan sambil mengangguk pelan.

Irwan makan dengan lahap, dua kali nambah. Masakan itu enak sekali dan terasa pas sekali di lidahnya. Mungkin karena dia keturunan Minang dan mungkin juga karena isteri Mak Menan pintar memasak.

Ketika hampir selesai makan, terdengar hujan mulai turun. Makin lama makin lebat. Irwan dan Aida saling berpandangan.

“Ada apa?” tanya Mamak Menan ketika melihat Irwan dan Aida saling bertatapan begitu.

“Ini Mamak, tadi rencananya setelah dari sini, Aida akan mengajak Uda Irwan keliling Danau...ke Bayur, ke Muko-muko, Tanjung Sani....kan besok Da irwan akan balik Mamak!”, sahut Aida.

“Oo...tunggu saja...mudah-mudahan hujan reda, baru berangkat kalian!”

“Iya mamak!” sahut Aida dan Irwan hampir bersamaan.

***

Ternyata hujan tidak reda-reda juga. Langit bahkan semakin kelam seakan akan menumpahkan semua air yang ada dilangit.

Hingga pukul 4 sore Irwan dan Aida terkurung di rumah Mak Menan. Irwan resah karena hasratnya untu berkeling danau berdua dengan Aida tidak tercapai.

Dan pembicaraan Irwan dengan Mamak Menan mulai terasa membosankan bagi Irwan karena topiknya sudah berulang-ulang.

Keresahan Irwan itu diketahui oleh Aida, sesekali Aida tersenyum sambil menatap kepada Irwan seakan memberi tahu,”hari hujan, tidak mungkin kita pergi”.

Irwan seakan mengerti isi tatapan Aida itu dan itu membuat hatinya lega apalagi Aida tersenyum sangat manis seperti ketika saat pertama kali melihat senyum itu.

Setelah shalat Asyar, hujan mulai reda. Dan kesempatan itu dipergunakan Irwan dan Aida untuk pamit. Tetapi pamit untuk kembali pulang karena tidak mungkin lagi pergi berkeliling danau, sudah sore dan cuaca tidak mendukung.

Baru saja sampai dirumah hujan kembali turun dengan deras. Bahkan semakin deras bunyinya. Irwan dan Aida kembali duduk di teras memandang ke Danau yang tidak terlihat jelas karena curah hujan yang deras.

Sudah beberapa saat berlalu keduanya masih saling diam. Irwan menatap jauh ke arah Danau, entah apa yang dilihatnya karena tidak ada yang bisa dilihat kecuali hujan.

Bahasa tubuhnya menyuratkan kegelisahan.

Aida sedari tadi memperhatikan perubahan sikap Irwan.

Berkali-kali Aida berusaha meberikan senyuman agar Irwan juga tersenyum tapi balasan senyum Irwan menggambarkan kesedihan.

“Udaa...!

“Ya Aida..” jawab Irwan sambil menoleh kepada Aida, tetapi kemudian kembali menatap lurus kedepan.

“Cerita lah uda...jangan hanya diam!”

“Cerita apa Aida,...besok aku pergi, pulang...dan mungkin kita tidak kan betemu lagi!”

"Kenapa? tidak bolehkah aku bertemu dirimu lagi?".

"Boleh, tapi bukan seperti ini... Aku ingin kita bertemu dan bersama selamanya".

"Itu tidak mungkin uda, adat melarang dan tidak pernah diperbuat orang kampung kita".

"Secara agama kan tidak terlarang, boleh kan! ".

"Entah lah uda, kita akan diusir dari kampung, diharamkan menginjak tanah pusaka ini, diharamkan pulang uda".

"Demi dirimu, aku sanggup!".

"Membayangkannya pun aku tak mampu uda, meninggalkan amak, meninggalkan Rani... Meninggalkan semuanya, Udaa!! "

"Aida, tadi saya berdoa.... Jika memang cinta itu suci, satukanlah kita sebelum ajal menjemput".

"Udaa...! "

***

Pagi, di hari Sabtu yang cerah Irwan dan Aida akhirnya melangsungkan pernikahan dirumah eteknya Nursidah. Walaupun ditentang keras oleh Mak Menan tetapi acara itu tetap berlangsung secara sederhana.

Mak Menan sangat marah ketika rencana itu disampaikan kepadanya. Itu sangat melanggar adat dan sanksinya dibuang dari kaum dan juga dari kampung.

Namun Irwan dan Aida tetap pada keinginan mereka, jika tidak boleh dikampung mereka akan melakukannya di Gorontalo. Dan mereka telah siap dengan segala konsekuensinya, meskipun tidak akan diperbolehkan lagi pulang ke kampung.

Nursidah lah yang bersikeras pernikahan dilangsungkan dikampung, dihadapannya. Dia ingin menyaksikan pernikahan sekaligus melihat anak gadis sulungnya bahagia dihadapannya.

Setelah akad nikah, Irwan dan Aida berangkat untuk pergi meninggalkan kampung. Tujuan mereka adalah kampung ayah Irwan di Gorontalo.

Dengan diiringi tatapan sedih keluarga, Irwan berpegangan tangan dengan Aida berjalan menuju Minibus Travel di jalan raya. Hanya beberapa langkah, mereka menoleh kebelakang... melambaikan tangan.

Nursidah dan Rani pecah tangisnya, berlari menuju Irwan dan Aida. Mereka berpelukan sambil menangis.

Ah, semua itu hanya mimpi. Mimpi hal yang sama antara Irwan dan Aida. Ditengah pekatnya malam dan hujan lebat yang mengguyur Kampung Dadok Sungai Batang.

***

Pagi hari, Senin 28 Januari 2013 nun jauh di Desa Iluta di tepi Danau Limboto ayah Irwan gelisah karena Irwan belum juga sampai. Sudah telat 2 hari karena Irwan berjanji akan balik hari Sabtu kemarin.

Tiba-tiba terdengar suara khas TV yang menyiarkan "BREAKING NEWS" telah terjadi bencana tanah longsor di Nagari Sungai Batang Kabupaten Agam, Sumatera Barat (TVOne)

Ayah Irwan terhenyak, badannya lunglai, kakinya terasa berat, dunia terasa gelap. Anaknya, Irwan pulang ke kampungnya, selamanya dan tak akan pernah kembali.

Di atas meja beranda rumah terhampar sebuah koran. Pada halaman depan koran itu terpampang headline "11 Korban Longsor Agam Berhasil Ditemukan" (republika.co.id, 27 Januari 2013).

Para korban tersebut yakni Nursinah (55), Juliati (30), Martini (60), dan Tarajudin (60) dan Asril (60), Padri (9), Dila (2), Julairdi (25), Eni Astuti (38), Indah (6) dan Rosda (55).

Dengan ditemukannya 11 korban tersebut, masih ada sembilan korban yang diduga tertimbun dan belum ditemukan yakni Bayar (70), Nursidah (65), Rosmi (75), Anto (32), Rani ( , Leni Marlina (11), Musrinah (50), Sinaro (40), Kamal (1,5), Nurhaida (23) dan Irwan (37).

Tamat.

Sekian, demikian akhir cerita Cinta Sampai Maninjau. Cerita cinta yang hanya terwujud dalam mimpi dan berakhir ketika bencana menghempaskannya ke dalam tanah. Terkubur selamanya, sama-sama cinta sampai mati.

Pemirsa, sekali lagi... cerita diatas hanya fiksi kecuali tempat kejadian dan peristiwa Bencana Longsor di Jorong Data Kampung Dadok Nagari Sungai Batang, Kecamatan Tanjung Raya (Maninjau) 9 tahun yang lalu tepatnya Sabtu pagi pukul 01.00 WIB 26 Januari 2013.

Meskipun itu fiksi, penulis berusaha memunculkan "jejak" dan mempertautkan kejadian nyata untuk membuat cerita itu seakan kisah nyata.

Ide dan inspirasinya cerita ini mungkin sama seperti cerita-cerita lain semisal ada pusara bernisankan Siti Nurbaya dan Syamsul di Gunung Padang yang konon kabarnya itu awal mula ide cerita Siti Nurbaya.

Dalam cerita Malin Kundang karya Tira Ikranegara jejaknya adalah Batu Malin Kundang di Pantai Air Manis.

Dalam cerita Tenggelamnya Kapal Van der Wijck, yang berkisah tentang kisah Cinta Hayati dan Zainuddin yang terhalang adat istiadat, jejaknya adalah peristiwa tenggelamnya kapal itu.

Klimaks kisah adalah ketika Hayati tenggelam bersama Kapal Van der Wijk.

Tenggelamnya Kapal Van der Wijk bukanlah kejadian fiksi karena kapal milik maskapai Belanda nyata dan memang tenggelam di Perairan Lamongan pada tahun 1936.

Begitu pula dalam cerita Layangan Putus ada tempat liburan Cappadocia di Turki, tempat liburan impian Kinan.

Dalam beberapa kali kesempatan saya ikut bergotong royong mencari korban di Kampung Dadok. Saya ikut merasakan betapa memilukan bencana itu. Dari orang tua hingga anak-anak menjadi korban. Longsor datang tengah malam, disaat mereka tertidur lelap, disaat mereka bermimpi tentang indahnya harapan akan hari esok. Mungkin juga ada mimpi bersatunya cinta yang tidak mungkin.

Saya membayangkan sebelum bencana itu datang, semua cerita indah banyak terjadi disana sebagaimana indahnya Danau Maninjau. Anak-anak se usia Rani bermain dengan gembira menunggu hari petang. Gadis seusia Aida dan Laki-laki seumuran Irwan bermimpi tentang masa depan mereka yang indah.

Mudah-mudahan cukup sudah, tiada lagi bencana disekitar kita.

Mohon maaf atas segala kekurangan dalam penempatan kata dalam cerita diatas.

Penulis, Kamaruddin

Lubuk Basung, 4 April 2022

 

Share:

Definition List

Unordered List

Support