Siang itu di
Tabek, setelah boncos memancing seharian, untuk menghilangkan kebosanan karena
sudah berjam-jam mematut apung-apung, Ayak lalu meninggalkan jorannya untuk
bermain koa di kedai tepi Tabek. Setelah ketemu mandan dan dapat lawan, main
koa-lah dia. Mandannya Akuik, lawannya Atuik yang berpasangan dengan Karuik.
Saat Ayak
gantung setelah dua kali sampai, tiba-tiba dia bersin, ‘’haaciiiiiim”, lalu
batuk kekas berdahak, “uhuk uhuk uhuk uhuk,” lantas dia luahkan dahaknya ke
dalam banda di depan kedai itu, “fiuh.”
Melihat Ayak
kuhul kekas, ketiga temannya Akuik, Atuik, dan Karuik kaget. Muncul prasangka
buruk di benak mereka terhadap Ayak. Ketiganya meyakini bahwa Ayak menunjukkan
gejala korona.
Dalam
pikiran Atuik, teringat bahwa beberapa gejala korona adalah batuk dan
bersin-bersin. Pun Akuik memiliki persepsi yang sama dengan Atuik. Sedangkan
Karuik tiba-tiba terbayang bahwa Ayak baru pulang dari daerah zona merah
korona.
Sambil
menelan ludah, lalu Akuik, Atuik, dan Karuik saling pandang. Setelah itu
berlarian ke tepi tabek, dengan tergesa-gesa kemudian ketiganya cuci tangan dan
muka. Bahkan ada yang kumur-kumur dan cuci hidung dengan air tabek itu.
Sementara
Ayak heran dengan tingkah polah ketiga temannya itu. Belum dapat dia meraba apa
gerangan yang menyebabkan tiga orang itu berkelakuan aneh. Lalu dia batuk lagi,
“uhuk uhuk uhuk uhuk, fuih.”
Di tepi
tabek, setelah selesai cuci tangan dan muka, tiba-tiba Atuik berkata, “saya
yakin si Ayak kena korona.” Akuik dan Karuik mengaminkan. Keduanya mengangguk.
“menurut
artikel yang saya baca, gejala korona ditunjukkan oleh batuk-batuk dan
bersin-bersin,” sahut Akuik.
“benar,”
ucap Karuik, “lagian si Ayak baru pulang dari daerah darurat korona. Pasti dia
tertular di sana atau di perjalanan pulang,” pungkasnya.
“dalam
pengumuman yang di sampaikan walinagari di masjid pada Jumat kemarin, bahwa
jika ada warga yang pulang dari rantau, segera laporkan ke puskesmas. Untuk
memastikan apakah dia tertular atau tidak,” kata Atuik lagi.
Akuik dan
Karuik mengangguk. Lalu Akuik berkata, “kalau begitu ayo sekarang juga kita ke
puskesmas. Kita buat laporan kejadian ini. Keselamatan warga dan nagari
sekarang ada ditangan kita!.”
“benar!,”
sahut Atuik dan Karuik serempak.
“mudah-mudahan
dengan aksi kita ini, dosa kita yang segunung diampuni oleh Allah,” ucap Karuik
tidak bersemangat. Akuik dan Atuik mengangguk. Lalu ketiganya menatap penuh
penyesalan ke dasar tabek. Mereka meyakini telah tertular korona dari Ayak, dan
percaya bahwa hidup mereka dalam waktu lambat akan berakhir karena korona.
Lalu
segeralah ketiganya bergegas ke puskesmas untuk melaporkan bahwa Ayak telah
terpapar korona.
Selepas
magrib, terdengar sirine ambulan mengaum keras di simpang arah ke rumah Ayak.
Mendengar suara itu banyak orang berlarian ke simpang itu. Sehingga simpang
disesaki warga yang penasaran ingin mengetahui apa yang sebenarnya terjadi.
Siapa yang sakit atau sanak siapa yang meninggal.
Ditengah
kerumunan warga, tiba-tiba pintu samping kanan dan kiri mobil ambulan terbuka.
Pada masing-masing pintu itu tampak orang berpakaian astronot warna putih
keluar dari mobil.
Tanpa
memperhatikan keramaian di sekelilingnya, dua orang berpakaian aneh tersebut
langsung saja berjalan menuju rumah Ayak. Jalannya tegap dan kaku seperti
robot. Hal ini membuat warga semakin penasaran. Apa yang sebanarnya terjadi.
Dua orang
berpakaian aneh itu terus merangsek masuk ke pekarangan rumah Ayak. Kebetulan
saat itu Ayak sedang bersantai sambil merokok lamak di teras rumahnya. Tanpa
tedeng aling-aling dua “astronot” itu langsung saja meringkusnya tanpa sempat
melawan. Lalu diseret keluar rumah dan dimasukkannya ke dalam ambulan.
Setelah itu
kembali sirine ambulan memekik kencang, lalu ambulan menggelinding pergi menuju
RSUD Kabupaten, untuk memastikan apakah Ayak terpapar korona atau tidak.
Selepas ambulan pergi, hasil bisik-bisik dari
telinga ke telinga yang bersumber dari Akuik, Atuik, dan Karuik, baru lah warga
tahu, bahwa ternyata Ayak terpapar korona. Mengetahui fakta itu, sontak warga
panik berjamaah, lalu berlarian pulang untuk cuci muka dan membasuh tangan.
Kerumunan di simpang itu dalam sekejap langsung lengang.
Media sosial
heboh karena peristiwa tersebut. Ayak menjadi viral. Semua buat status. Ada
menulis “ini azab dari Allah”. Ada yang mengatakan “teguran Allah kepada kita”.
Juga ada yang berpendapat “tanda-tanda kiamat”. Dan status-status sok bijak
lainnya bertebaran di setiap lini dinding Pesbuk.
Hasil
pemeriksaan RSUD tenyata tidak seperti tuduhan Akuik, Atuik, dan Karuik. Juga
bukan seperti dugaan warga. Ayak tidak terkena korona, rupanya hanya batuk
saja. Yaitu batuk kronis yang sudah lama di idapnya.
Atas hasil
pemeriksaan RSUD tersebut kembali media sosial heboh. Semua menulis
“alhamdulillah negatif” sambil melampirkan hasil ronsen Ayak.
Hasil itu
juga membuat trio Akuik, Atuik, dan Karuik senang. Ayak negatif berarti mereka
tidak tertular. Lalu minta maaf, karena kecerobohan mereka telah membuat Ayak
dan keluarga dijauhi warga. Karena takut tertular katanya.
Ayak
memaafkan, lalu menasehati ketiganya begini : “jangan terlalu pandai
menduga-duga, lalu bertindak karena prasangka tanpa memastikan, ternyata salah
paham, orang lain dirugikan, lantas menyesal. Maka sesungguhnya perbuatan
kalian telah menzalimi orang lain. Untuk itu jangan berprasangka atas sesuatu
yang kalian tidak mempunyai ilmu tentang itu. Pastikan dulu faktanya, baru
bertindak.”
Ketiganya hanya
mengangguk saja walau sebenarnya tidak paham. Lalu secara bergantian menyalami
Ayak, kemudian berlalu pergi dari situ. *end*
Rozi
Firdaus
Korona
membalikkan sesuatu yang baik menjadi tidak baik. Korona membuat yang biasa
menjadi luar biasa. Juga mengubah yang janggal menjadi lumrah. Misalnya, dulu,
negara kita merdeka karena bersatu. Sekarang bersatu bisa membuat terbujur
kaku.
Dulu bersatu
kita teguh, bercerai runtuh. Karena korona, sekarang slogan itu bermakna lain,
yaitu bersatu kita mati, bercerai kita hidup.
Juga, dulu,
sayang pada kampung halaman dibuktikan dengan sering menyilaunya. Sekarang,
sayang kampung halaman jangan pulang mengunjunginya.
Karena
Korona semua waspada tidak berani lena. Jika terkena akan merana. Karena korona
banyak yang di rumah saja terkapar. Apabila terpapar bisa tepar. Karena korona
banyak juga yang salah paham karena kurang paham, akhirnya dengan teman sendiri
tidak sepaham.
Sebab
keganasan Korona, membuat banyak orang ketakutan, karena ketakutan membuatnya
waspada. Saking waspadanya membuat dia curiga pada setiap orang. Kecurigan itu
membuat dia was-was dan paranoid jika melihat orang lain batuk, demam atau
bersin-bersin. Tanpa peduli dengan kebenaran yang sesungguhnya dan juga dengan
mengabaikan perasaan orang lain yang
menunjukkan gejala itu, dituduhnya orang tersebut terkena korona.