Kekalahan Nurmansyah Lubis, Calon
dari Partai Keadilan Sejahtera (PKS) dari Ahmad Riza Patria, Calon dari Partai
Gerakan Indonesia Raya (Gerindra) dalam pemilihan Wakil Gubernur DKI laksana
kekalahan Brazil dari Jerman dengan skor 1-7 pada Semifinal Piala Dunia 2014 di
Brazil. Bagaimana tidak, mayoritas pengamat mengunggulkan Brazil yang akan
memenangi pertandingan itu karena faktor sebagai tuan rumah dan pemain dengan rata-rata
kualitas mumpuni. Kalaupun ada yang memprediksi Brazil akan kalah, tidak ada
yang berani menduga dengan skor mencolok, 1-7!. Brazil dengan mudahnya
ditaklukan Jerman, bahkan dalam 30 menit pertama gawang Brazil sudah dibobol
Jerman 5 gol!.
Pun begitu dengan kekalahan PKS
dari Gerindra di DKI, pemilihan yang diprediksi akan berlangsung ketat ternyata
dimenangi dengan mudah oleh Gerindra dengan lebih 80 % suara Anggota DPRD DKI.
Padahal jika kita mengingat kembali sejak Sandiaga Uno meninggalkan Kursi Wakil
Gubernur pada Agustus 2018 hampir semua pihak sepakat bahwa Kursi Wagub DKI
dijatahkan untuk PKS. Alasannya, PKS sebagai “sekutu utama” (oleh Prabowo
disebut “seGajah”) dalam Pilpres 2019 memang seharusnya mendapat “imbalan’’
yang layak setelah Salim Segaf calon
Wapres dari PKS hasil Ijtima Ulama 212 tidak jadi dipasangkan dengan Prabowo.
Apalagi kemudian Prabowo malah memilih Sandiaga Uno, dan ketika kalah Prabowo
bergabung dalam Kabinet Joko Widodo dan meninggalkan PKS sendirian di luar
pemerintahan.
Jika sebelumnya kekecewaan itu
masih bisa ditahan PKS dengan menganggap Gerindra masih sebagai teman, untuk
selanjutya sepertinya tidak lagi. Kekalahan di Pilwagub DKI ibarat menampar
muka PKS di hadapan publik. DKI adalah pusat perhatian politik dan disana PKS
cukup kuat dalam Pemilihan Anggota DPRD, tahun 2004 pemenang, 2009 posisi dua, 2014 posisi dua dan 2019 posisi 3 (kalah
19 ribu suara dari Gerindra di posisi dua).
Pertarungan PKS dengan Gerindra
kedepan akan terjadi sengit mengingat Pilpres 2024 nanti dimulai dari Nol,
tanpa petahana. Gerindra tentu melakukan berbagai cara untuk memenangi Pilpres
2024 karena itu adalah laga pamungkas bagi Prabowo yang saat itu telah berusia
73 tahun. Apakah pengambil-alihan “jatah’ Wagub DKI dari PKS merupakan salah
satu cara sebagai operasi senyap Gerindra menuju 2024? May be yes, karena
politik banyak kemungkinan dan tidak terduga.
PKS juga tidak kalah ngototnya
memenangi Pilpres 2024 karena salah satu kandidat kuat saat ini Anies Baswedan
mempunyai hubungan yang kuat dengan Presiden PKS Sohibul Iman. Anies Baswedan
dan Sohibul Iman pernah bersama-sama di Universitas Paramadina, Anies Rektor
dan Sohibul Pembantu Rektor. Anies Baswedan juga dianggap teman segaris
perjuangan yang masih setia, oleh karena itu tentunya PKS tidak akan membiarkan
popularitas Anies Baswedan digerogoti. Saat ini PKS merupakan parpol yang
selalu berada di garis depan memblow-up dan membela Anies Baswedan.
Medan perang sengit PKS dengan
Gerindra akan terjadi pada Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) yang akan
berlangsung tahun ini, salah satunya di Pilgub Sumatera Barat. Kenapa Pilgub
Sumatera Barat diprediksi menjadi ajang pertarungan sengit antara PKS dan
Gerindra? Bukankah Pasangan Gubernur Wakil dan Gubernur Sumatera Barat saat ini
adalah pasangan PKS dan Gerindra.
Dalam lima tahun belakangan
memang hubungan antara PKS dan Gerindra merupakan contoh koalisi terbaik partai
politik. Kedua partai ini selalu mesra bergandengan tangan dan seiya-sekata,
satu suara dalam berbagai isu dan kontestasi ditingkat nasional maupun di
Sumatera Barat. Sebagaimana kita ketahui sudah 2 periode Kursi Gubernur
Sumatera Barat dikuasai PKS dan dalam pileg Gerindra lebih mengungguli PKS.
Sumatera Barat adalah lumbung suara dan basis kuat PKS dan Gerindra.
Tetapi suasana hubungan baik itu
menjadi panas karena Gerindra sepertinya menginginkan Kursi Gubernur Sumatera
Barat untuk periode berikut, bukan lagi milik PKS. Sementara PKS melalui Ketua
DPP Tifatul Sembiring mengatakan untuk Pemilihan Gubernur Sumatera Barat 2020
PKS targetnya mempertahankan kursi Gubernur.
Apalagi adanya wacana Interpelasi
terhadap Gubernur Irwan Prayitno oleh Ketua DPD Gerindra Sumatera Barat
ditengah munculnya kandidat kuat Calon
Gubernur dari Gerindra yaitu Nasrul Abit petahana Wagub) dan PKS yaitu Mahyeldi
(petahana Waliota Padang). Selanjutnya Ketua DPD Gerindra Andre Rosiade juga
“menyerang” Mahyeldi dengan aksi OTT PSK online di Kota Padang. Kalau tidak ada
berada, sangat janggal melihat Andre Rosiade “menggembosi” Irwan Prayitno dan
Mahyeldi yang berasal dari sekutu utamanya sendiri.
Kesempatan pertama dan terbaik
bagi PKS melakukan revans atas kekalahan dari Gerindra di Pilwagub DKI adalah
dengan memenangi Pemilihan Gubernur Sumatera Barat periode 2020-2025.
Kemenangan PKS itu sama halnya dengan kemenangan Jerman atas Brazil pada
Semifinal Piala Dunia 2014 di Brazil. Kemenangan atas jagoan di kandangnya
sendiri karena Sekjen DPP Gerindra Ahmad Muzani pernah berkata pada HUT ke-12
Partai Gerindra di Padang beberapa waktu lalu, "Sumatera Barat adalah
halaman depan Partai Gerindra".
Berkaca pada hasil survei Arah
Baru Centre (ABC) pada Februari 2020 menunjukkan Wali Kota Padang Mahyeldi
(PKS) mengungguli anggota DPR RI Mulyadi (Demokrat) dan Wagub Sumbar Nasrul
Abit (Gerindra). Pun begitu dengan hasil survei Saiful Mujani Research and
Consulting ( SMRC) pada bulan Desember 2019 nama Mahyeldi (PKS) juga lebih
unggul dari Nasrul Abit (Gerindra).
Bagaimanakah peluang PKS dan
Gerindra dalam Pilgub Sumatera Barat? Selain dari hasil survey, berkaca pada
sejarah Pilkada sepertinya PKS berpeluang besar menjadi Jerman yang menaklukan
Brazil di halaman depan rumahnya.
Partai pemenang Pemilu di Ranah
Minang tidak pernah memenangkan calonnya dalam Pemilihan Gubernur tahun 2005,
2010 dan 2015. Tahun 2005 partai pemenang Pemilu adalah Golkar, pasangan yang
diusungnya adalah Leonardy Harmaini-Rusdi Lubis kalah oleh pasangan Gamawan
Fauzi-Marlis Rahman yang diusung PBB dan PDIP. Tahun 2010 pemenang pemilu
adalah Partai Demokrat, pasangan yang diusung Endang Irzal dan Asrul Syukur
kalah oleh Irwan Prayitno-Muslim Kasim yang diusung PKS, Hanura dan PBR. Tahun
2015 dimenangkan oleh Golkar, pasangan yang disusung Muslim Kasim-Fauzi Bahar
kalah oleh Irwan Prayitno-Nasrul Abit yang diusung PKS dan Gerindra.
Apakah Gerindra akan mencatat
rekor baru, tidak mengalami nasib yang sama dengan partai pemenang pemilu di
Sumatera Barat terdahulu, ataukah PKS yang berhasil membalas kekalahan pada
Pilwagub DKI? Atau keduanya sama-sama “buluih”? Kita tunggu pertarungan
sengitnya.
0 komentar:
Posting Komentar