Media publikasi tulisan-tulisan unik, menarik dan menginspirasi

Kabupaten Agam

Ibu kota dari Kabupaten Agam adalah Lubuk Basung, sebuah kota berstatus kecamatan.

Carito Lapau, Episode 1 : BASAMO MEMBANGUN SUMBAR MADANI

"Ah biaso sajo itu. Dulu paresiden nan kini ko takah itu juo. Indak salasai jadi gubernur, baru duo tahun, alah mancalon presiden", kato si Buyuang Mada.

Omerta, Justice Collaborator dan Mar Yanto

Sehebat-sehebatnya pelaku kejahatan pasti ada jejak/bukti yang tercecer sebagai titik awal penelusuran jejak sehingga mengarah kepada pelaku

Murid-Murid Nyiak Ajuik

Menurut kabar angin, beliau memiliki kemampuan supranatural. Banyak yang percaya bahwa beliau mampu menangkal hujan, ada juga yang meyakini beliau memiliki ilmu pamikek. Bukan ilmu memikat balam atau barabah, tetapi ilmu memikat lawan jenis. Selain ilmu gaib itu, Nyiak Ajuik juga memiliki keahlian dalam ilmu teknik.

Puti Ransani Turun dari Khayangan

Puti Ransani merasa rindu ingin kembali ke Kampung kelahirannya di Maninjau. Banyak hal yang membuat ingin segera pulang

Mar Yanto, Kasus Munir dan Kisah Kuda Troya (bagian 2)


Pada Kasus Munir terungkap bahwa motifnya adalah untuk membungkam pengkritik dan pada kisah Kuda Troya motifnya adalah ekspansi kekuasaan. Dalam Mar Yanto Gate motifnya sepintas terlihat sama dengan kedua peristiwa itu, yaitu untuk mendiamkan pengkritik dan ekspansi kekuasaan. Tetapi jika nanti para pelaku yang terbukti hanya hanya dalam satu wilayah, tidak lintas daerah maka ini tidak cocok dengan imajinasi yang saya tawarkan di awal.
Dalam imajinasi saya, ada invincible hand (tangan tak terlihat) yang berperan sebagai penulis skenario dan sutradara besar dalam Mar Yanto Gate. Dan saya melihat Mar Yanto Gate masih prematur, masih separo jalan. Seperti sebuah serial sinetron yang belum mencapai klimaks, tetapi sudah disetop penayangannya. .
Mengapa sinetron Mar Yanto Gate terjadi disini? Invincible hand itu sengaja memilih wilayah ini sebagai lokasi syuting dari skenario yang dia buat karena disini ada 4 kekuatan sebagai target yang harus dilumpuhkan. Ya, harus lumpuh! Minimal menjadi lemah.
Pemilihan lokasi dan pembuatan skenario ini membutuhkan waktu yang panjang, tetapi itu diawali dengan munculnya 4 kekuatan tadi. Munculnya 4 kekuatan tersebut ditandai dengan berkibarnya panji-panji 4 yang juga mengisyaratkan bahwa perang telah dimulai. Dan momentum kemunculan 4 kekuatan yang terlalu cepat inilah yang dimanfaatkan invincible hand.
Argumentasinya, dalam politik itu keputusan terbaik selalu dibuat di injury time, last menit. Karena setelah keputusan dibuat, pihak lawan tidak punya waktu lagi untuk menyiapkan serangan. Kita tentu masih ingat Pilpres kemarin, ketika drama penentuan Cawapres Jokowi yang benar-benar di injury time.
Invincible hand mempunyai waktu yang banyak untuk menyiapkan serangan. Membuat strategi, memilih pemain dan bahkan bisa mengatur irama permainan.
Mar Yanto Gate endingnya bukan di kantor Aparat Hukum tetapi nun jauh di Ibu Kota Negara tempat dimana Sutradara-sutradara besar berkantor. Dan Piala dari semua ini adalah 2024!
Para pelaku diwilayah hanyalah para aktor yang memainkan peran sesuai skenario yang dibuat sutradara.

Kamaruddin


Share:

Mar Yanto, Kasus Munir dan Kisah Kuda Troya



Dalam melihat dan menyikapi "Mar Yanto Gate" saya akan mengajak kita untuk berimajinasi bahwa ini bukan kasus lokal atau sekedar kasus  kriminal biasa.
Ada 2 peristiwa yang bisa dijadikan pengantar imajinasi kita bahwa Mar Yanto Gate adalah permainan atau setingan politik tingkat tinggi.
Pertama Kasus Munir, kita tentu masih ingat bahwa Aktifis HAM tersebut diracun dengan arsenik dalam perjalanan dengan pesawat Garuda dari Indonesia ke Belanda. Berdasarkan hasil sidang pengadilan, Hakim menyatakan bahwa Pollycarpus, seorang pilot Garuda yang sedang cuti, menaruh arsenik di makanan Munir, karena dia ingin mendiamkan pengkritik pemerintah tersebut. Hakim Cicut Sutiarso menyatakan bahwa sebelum pembunuhan, Pollycarpus menerima beberapa panggilan telepon dari sebuah telepon yang terdaftar oleh agen intelijen senior, tetapi Hakim tidak menjelaskan lebih lanjut siapa Intelijen Senior dimaksud. Pollycarpus dijatuhi hukuman selama 20 tahun penjara.
Yang kedua kisah Zaman Kuno tentang Kuda Troya. Kisah tentang tipu daya orang-orang Yunani untuk memasuki dan menghancurkan Kota Troya. Orang Yunani membuat Kuda Kayu Raksasa dan menyembunyikan beberapa orang di dalamnya. Kemudian orang-orang Yunani berpura-pura seperti orang kalah dan berlayar pergi dari Kota Troya. Meninggalkan begitu saja Kuda Kayu tersebut. 

Orang-orang Troya kemudian menarik kuda kayu ini ke dalam kota mereka sebagai lambang kemenangan. Malamnya pasukan Yunani keluar dari kuda kayu tersebut dan membuka pintu gerbang Kota Troya untuk pasukan Yunani lainnya. Orang-orang Yunani berhasil memasuki Kota Troya dan menghancurkannya, mendudukinya sehingga perang berakhir dengan takluknya Kota Troya.
Sama dengan Kasus Munir, dalam Mar Yanto Gate bisa saja dari beberapa orang terlibat ada yang berperan sebagai Agen Ganda. Bekerja dan terlihat loyal pada pihak A tetapi sesungguhnya dia merupakan "suruhan" Pihak B. Agen Ganda sengaja disusupkan pada lingkaran pihak A dengan tujuan akhir menghancurkan dari dalam. Substansinya tidak berbeda dengan cara yang dilakukan orang-orang Yunani ketika hendak menghancurkan Kota Troya. 

Salah satu cara untuk menemukan siapa pelaku sesungguhnya pada sebuah kasus adalah dengan mencari tahu apa motif atau kepentingan nya melakukan itu.
Pollycarpus iya terbukti  dalam kasus Munir, tetapi sampai saat ini tidak ditemukan motif atau kepentingannya atas kematian Munir. Itu yang membuat orang percaya bahwa Pollycarpus adalah Agen Ganda atau hanya orang suruhan Intelijen Senior.
Pada Mar Yanto Gate hal itu bisa kita uji juga nantinya. Apa motif dan kepentingan pelaku terhadap pihak-pihak yang telah dia serang. Setelah motif pelaku terungkap, selanjutnya juga akan terungkap apakah Mar Yanto Gate murni “kriminal biasa” atau ada muatan lain.

....Bersambung.


Kamaruddin

Share:

Pikiran Sederhana


Suatu waktu di zaman pemerintahannya, Louis XIV atau yang juga disebut Louis Yang Agung menemui seorang tahanan yang akan menjalani hukuman mati. Raja Louis mendatangi nya karena bermaksud akan memberi kesempatan untuk bebas dan lepas dari hukuman mati.
Tahanan itu berada dalam penjara dalam keadaan dirantai dan kepala disungkup, tahanan itu menunggu eksekusi yang akan dilakukan esok siang, artinya dia hanya punya waktu hidup satu malam ini saja!.
Tahanan itu tidak pernah menyangka akan mendapatkan kesempatan itu karena yang dia tahu besok dia akan di eksekusi. Dia berada dalam sebuah penjara yang sangat ketat penjagaannya. Dia tidak tahu dimana persis lokasinya, karena ketika dibawa ke penjara kepalanya disungkup. Begitu pun ketika sudah dalam ruangan penjara, kaki dan tangannya selalu dirantai serta kepala tetap disungkup. Hanya sesekali sungkup kepala itu dibuka. Ruangan itu terasa dingin dan hening sepanjang waktu.
Dan malam itu, seseorang tiba-tiba terdengar membuka pintu sel dan masuk kedalam ruangan itu. Beberapa saat kemudian barulah dia tahu bahwa itu ternyata Raja Louis yang masuk dengan para penjaga tahanan.
Raja Louis kemudian berkata, "Aku memberimu kesempatan... jika kau berhasil memanfaatkannya, maka kau bisa bebas!. Ada jalan keluar dari sel mu ini tanpa penjaga.
Jika kau bisa menemukannya, kau bisa bebas keluar. Tetapi jika tidak bisa menemukannya sampai terbit matahari, para penjaga akan datang besok pagi untuk membawamu ke tempat eksekusi!”
Kemudian Raja Louis pergi meninggalkan sel bersama para penjaga setelah mereka melepaskan rantai yang mengikat tahanan itu.
Tahanan itu membuka penyungkup kepalanya lalu mengambil satu-satunya obor yang jadi penerang ruangan itu. Dia mulai menggeledah kamar di mana ia dipenjara, memeriksa dinding-dinding dan berlanjut memeriksa lantai. Tak lama kemudian dia menemukan lubang yang tertutup dengan karpet di lantai. Dia bergegas membukanya, kemudian ia menelusurinya sampai dia menemukan sebuah tangga bawah tanah, lalu dia menuruni tangga itu yang ternyata menuju ke ruang bawah tanah. Dia terus menelusuri lorong tersebut, kemudian ada tangga naik, dia menaiki tangga itu hingga kemudian ia merasakan hembusan angin dari luar. Dia terus naik, sampai akhirnya dia sampai pada sebuah menara yang dindingnya dipasangi terali besi. Dari balik terali menara yang terlihat adalah jurang yang sangat dalam.
Kemudian dia kembali turun, untuk mencari jalan keluar yang lain, dan ia menemukan sebuah lorong dan menelusurinya hingga yang berujung pada sebuah jendela yang menghadap sungai tetapi jendela itu juga tertutup dengan terali besi. Tidak ada jalan keluar.
Sepanjang malam dia terus mencoba, mencari dengan penuh harapan, dan terus berharap. Terus berharap  menemukan jalan keluar seperti yang disebutkan Raja Louis.
Akhirnya haripun pagi, waktu pencariannya berakhir dan ia melihat matahari melalui jendela berterali dari ruangan dimana awalnya berada. Raja Louis datang menemuinya.
Tahanan itu berkata dengan nada protes, "Aku berharap kau jujur padaku, Baginda Raja!”
Raja Louis menjawab, "Aku jujur!"
"Tetapi aku tidak menemukan jalan keluar yang kau maksud, semuanya buntu, berterali”, ujar tahanan itu.
Raja Louis berkata, “Kau tidak mencoba melalui pintu biasa, padahal pintu masuk sel ini tidak dikunci dari kemarin dan semua penjaga saya suruh pergi!”.
Tahanan itu baru tersadar bahwa dia tidak pernah mencoba membuka pintu sel itu.***


Catatan : Hidup kita akan sederhana dengan pemikiran sederhana, dan akan sulit ketika kita sudah merasa sulit dalam hidup.  Banyak kita yang selalu membuat hidup jadi sulit dan enggan berpikir, melihat dan melakukan yang sederhana dalam hidup ini.


sumber: facebook


Kamaruddin
Share:

Ahli Perbaruak-an (bagian terkahir)

Sambil berjalan untuk duduk di teras belakang dapur Pak Iyaeh, Mak Saidan menjelaskan. ‘’baruak tu dak bautak. Dak bisa nyo mencerna apo nan wak katokan. Tapi nyo punyo perasaan. Agar baruak bisa memahami keinginan wak, mako sentuhlah perasaan nyo.’’ Tutur beliau sambil melirik secara bergantian ke Mak Oleang, Datuak, dan Nyik Inu. Tetapi ketiga orang yang mendengarkan masih kurang paham.
Kemudian Mak Oleang bertanya lagi. ‘’baa caro nyo Mak? Agar bisa menyentuh perasaan baruak tu?.’’ Datuak dan Nyik Inu mengangguk-angguk karena apa yang ingin mereka ucapkan sudah didahului Mak Oleang.
Mak Saidan tersenyum sambil membelai-belai janggut-nya yang sudah memutih, geli menyaksikan ketiga orang itu yang penasaran dengan paparannya. Kemudian dengan penuh keyakinan beliau menjelaskan lagi.
‘’untuk bisa menyentuh perasaan baruak, butuh kesabaran yang ekstra tinggi. Karano ado tahapan-tahapan yang harus dilakukan untuak sampai kasitu,’’ jelas Mak Saidan sembari menatap ketiga pendengarnya secara bergantian.
‘’apo se tahapan nyo tu,’’ tanya Datuak tidak sabaran. Mak Oleang dan Nyik Inu manggut-manggut.
Mak Saidan menatap lagi ketiga sobatnya itu, lalu mengarahkan pandangan ke rumah Mak Piri. Kemudian beliau menjelaskan lagi. ‘’tahap partamo adalah, pemilik baruak berkenalan dulu dengan baruak-nyo. Perkenalan dilakukan dengan cara memberikan makan dan memandikan baruak selama tigo bulan dengan penuh kasih sayang. Jadi bukan katiko ado baruak, bisuak langsuang diaja, dak bisa do. Malawan baruak tu ka awak.’’
Setelah menghirup udara melalui hidung dan dihembuskan ke mulut, kemudian beliau melanjutkan penjelasannya. ‘’sudah tu, ajarkan baruak mengenali buah karambia. Caro nyo, gantuangan agak duo buah karambia dakek kandang nyo. Tahap katigo, baruak diaja mamuta buah karambia. Latihan ko untuak mengajarkan baruak mamilin buah karambia sampai terlepas dari tampuak nyo.’’
Mak Oleang, Datuak, dan Nyik Inu, manggut-manggut, mulai paham dengan apa yang dijelaskan Mak Saidan.
Mak Saidan tersenyum melihat tingkah tiga orang tersebut. Kembali beliau melanjutkan paparannya yang belum selesai. ‘’tahap lanjutan, baruak praktek menjatuhkan karambia. Praktek dilakukan di batang karambia sungguhan. Hanyo sajo tidak puncak batangnyo, melainkan di tangah batang karambia. Kemudian tahapan terakhit, ajarkan baruak membedakan ma karambia tuo, nama nan karambia mudo. Tahap ko dilakukan salamo tigo bulan,’’
Kembali tiga orang itu manggut-manggut. Ssudah paham.
‘’jikok kalian lalui tahapan ko dengan benar, pasti kalian bisa menyentuh perasaan baruak tu. Dijamin baruak patuah dan pasti pandai ma ambiak karambia,!’’ tutup Mak Saidan puas.
Ketiga orang itu kembali manggut-manggut. Kemudian mereka asyik dengan pikirannya masing-masing. Menyadari kekeliruan selama ini dalam melatih baruak.
‘’mokasih pencerahannyo Mak,’’ kata Mak Oleang ke Mak Saidan.
‘’yo,’’ jawab beliau. ‘’kami ka ilia lai Leang.
‘’jadih,’’ balas Mak Oleang.
‘’Tuak. Inu, lah ka bawah wak lai,’’ ajak Mak Saidan kepada dua temannya itu.
Setelah ketiga orang itu menjauh, dengan semangat baru, Mak Oleang berniat melanjutkan melatih baruak-nya. Ketika melewati banda, Mak Oleang kaget setengah mati, darahnya tersirap, karena melihat baruak beliau sudah terapung di atas air.
Hal ini disebabkan kedatangan ketiga temannya tadi, lalu mengajak beliau maota, sehingga lupa bahwa baruak masih berada di dalam banda.
‘’aaaa.... baruak den!,’’ pekik Mak Oleang histeris. Pekikkan itu memilukan, dan menyanyat hati siapapun yang mendengarnya. Tamat baruaknya, tamat pula cerita ko.

Rozi Firdaus
Share:

Ahli Perbaruak-an (bagian 2)


‘’Mak Saidan!,'' katanya kaget. ''Mangalason gai lah ko Mak. Takajuik den,’’ semprot Nyik Inu kesal, lalu beliau pautkan baruak kembali ke kandangnya, kemudian berjalan menghampiri Mak Saidan.
‘’jan samo an baruak jo manusia. Baruak tu dak bautak, sedangkan manusia bautak, mako pendekatan untuak mandidik baruak harus berbeda jo manusia,’’ tutur Mak Saidan bijak, mencoba menasehati Nyik Inu yang keliru menurutnya.
Nyik Inu mengerinyitkan keningnya, karena tidak memahami maksud Mak Saidan. ‘’apo mikasuik nyo tu Mak? Dak paham den do,’’ Tanya Nyik Inu dengan tampang ingin tahu.
‘’untuak labiah paham ikuik den. Patang Sidatuak ma anduah baruak ka den. Mungkin kini nyo sadang malatiah baruak tu. Ka tampek nyo wak, wak caliak baa metode nyo malatiah baruak,’’ Mak Saidan mengajak Nyik Inu ke rumah Datuak untuk membandingkan metodenya dengan pendekatan Datuak dalam mendidik baruak. Tujuannya untuk menambah wawasan dan ilmu Nyik Inu dalam dunia pendidikan baruak.
‘’jadih,’’ jawab Nyik Inu. Setelah Mak Saidan mengikat baruak-nya ke batang kapas, berangkatlah kedua orang itu ke tempat datuak.
Sepuluh menit kemudian sampailah mereka di lokasi Datuak melatih baruak-nya. Tempat itu berada di parak belakang rumahnya. Di dekat durian iju di tepi bandaro, sebelah manggis Siayiak, di belakangnya parak Nek Sian.
Tiba di pohon kelapa tempat Datuak melatih baruak baruak, Mak Saidan dan Nyik Inu kaget bukan main. Karena melihat baruak meringis kesakitan sambil gauik gapai seperti orang gatal-gatal.
Setelah diperhatikan dengan seksama, ternyata seluruh badan baruak dipenuhi karanggo. Sementara itu, Datuak si pemilik baruak hanya diam memperhatikan penderitaan sang baruak.
Melihat itu, Mak Saidan marah. ‘’Tuak! Bapanga an baruak tu, mambunuah nyo?’’ tanya Mak Saidan jengkel sambil berjalan kearah baruak, kemudian membantu membersihkannya dari kerumunan karanggo.
‘’itu bagian dari metode pelatihan den Mak,’’ jawab Datuak. ‘’latihan tu untuk ketahanan dan kekebalan baruak den, mano tau biko kami dapek job ma ambiak karambia nan bakaranggo. Kalau baruak den kebal, maka akan cepat selesai kerja kami.’’
‘’baruak ko lah pandai ma ambiak??,’’ tanya Mak Saidan lagi.
‘’alun’’ jawab Datuak singkat.
Nyik Inu yang sejak tadi diam, kemudian dia berkata ke Datuak. ‘’yo lah salah bana Datuak ko. Baruak alun pandai, tapi nan balatiah kebal karanggo dulu. Tabaliak datuak tu. Harus nyo pandai dulu baru nan lain.’’
''manuruik den itu tahapan nan bana,'' balas Datuak. ''sebaik nyo baa manurik Mak Saidan,'' tanya nya ke Mak Saidan.
‘’dak itu doh, patang Oleang ma anduah baruak lo ka den. Kini nyo sadang malatih baruak lo mungkin. Karumah nyo wak lah, wak caliak baa lo metode nyo dalam malatiah baruak tu,’’ ajak Mak Saidan ke Datuak dan Nyik Inu.
‘’jadih,’’ jawab Datuak dan Nyik Inu hampir bersamaan. Lalu ketiga orang itu pergi ke rumah Mak Oleang yang berada di ateh di tepi hutan Padang Laweh.
Dari kejauhan di depan surau, Mak Saidan, Datuak, dan Nyik Inu melihat Mak Oleang sedang melatih baruak di kelapa depan rumah-nya di tepi banda. Saat itu beliau memakai peci nasional agak miring ke kiri, berbaju singlet, dan berkain sarung saja.
Jika baruak melakukan kesalahan beliau bentak, bahkan tidak segan-segan tali kekang-nya disentakkan kuat-kuat hingga baruak terjatuh ke dalam banda. Jika kejengkelan sudah memuncak kadang baruak dibenamkan ke dalam air.
Segera saja orang bertiga itu begegas mendekat ke tempat Mak Oleang melatih baruak-nya. Saat itu beliau sedang menghukum si baruak dengan merendam di dalam banda.
Setiba disana, langsung saja Mak Saidan menegur Mak Oleang. Dengan nada kurang senang, katanya ‘’dak model ko caro malatiah baruak do Leang. Kalau wak mendidik manusia harus dengan manusiawi, mako mendidik hewan harus dengan pendekatan hewani. Perlakukanlah hewan tu layaknya hewan. Nan Oleang lakukan ko penyiksaan namo nyo tu.’’
Mak Oleang ternganga mendengar ucapan Mak Saidan. Sambil menggaruk-garuk kepala yang tidak gatal beliau meminta penjelasan ke Mak Saidan. ‘’apo mukasuik nyo tu Mak. Coh jalehan,’’ katanya ingin tahu.
....bersambung


Rozi Firdaus

Share:

Omerta, Justice Collaborator dan Mar Yanto


Dalam kehidupan Mafia di Sisilia Italia ada istilah yang sangat terkenal yaitu Omerta.   Omerta diartikan sebagai sumpah tutup mulut untuk menjaga kehormatan, loyalitas dan solidaritas di kalangan Mafia.
Anggota Mafia yang tertangkap aparat penegak hukum wajib tutup mulut untuk menutupi kejahatan yang telah bersama-sama dilakukan. Jika ada yang sampai berani buka mulut tentang keterlibatan organisasi Mafia maka nyawanya dan keluarga akan menjadi taruhan. Kisah ini diceritakan oleh penulis Maria Puzo dalam novelnya berjudul Omerta.
Di Indonesia walaupun tidak sama, sumpah untuk tutup mulut itu sebagai bentuk loyalitas dan solidaritas "Sesama  Penjahat" juga terjadi. Pernah suatu waktu dalam kegiatan razia, dalam mobil milik anak pejabat tinggi ditemukan narkoba. Tetapi kemudian yang ditetapkan sebagai tersangka pemilik Narkoba itu adalah teman si anak pejabat yang ikut menumpang dalam mobil itu.
Atau kasus-kasus yang dimana pelaku disuruh tutup mulut agar pelaku utama tidak terseret dengan kompensasi uang tutup mulut yang disediakan pelaku utama. Atau pelaku disuruh menghilang, mungkin juga dihilangkan agar pelaku lain yang mungkin saja lebih kakap akan terungkap.
Untuk mengantisipasi hal-hal seperti itu, Hukum di Indonesia memberikan "fasilitas" berupa pengurangan hukuman bagi para tersangka dan terdakwa yang mengakui perbuatan yang dilakukannya dan bukan sebagai pelaku utama serta bersedia bersaksi atas keterlibatan orang lain sebagai pelaku utama. Pelaku yang mau melakukan itu disebut sebagai Justice Collaborator.
Justice Collaborator berlaku pada Tindak Pidana tertentu yaitu tindak pidana korupsi, terorisme, tindak pidana narkotika, tindak pidana pencucian uang, perdagangan orang, maupun tindak pidana lainnya yang bersifat terorganisir.
Apakah dalam Kasus Mar Yanto yang sedang virral di Kabupaten Agam bisa berlaku Justice Collaborator?
Bisa saja kalau perbuatan Mar Yanto dilakukan secara terorganisir, melibatkan banyak orang dengan bermacam peran, ada aktor intelektual ada petugas lapangan dan ada penyedia logistik. Atau dengan kata lain Mar Yanto bukan pelaku tunggal. Oleh karenanya perlu sikap koorperatif dan collaborator dari pelaku agar proses penyelidikan dan penyidikan berjalan efektif. jika itu terjadi akan ada pertimbangan untuk keringanan hukuman bagi pelaku tersebut.
Adalah luar biasa loyalitas dan solidaritasnya Mar Yanto andaikan itu kejahatan terorganisir tetapi dia tanggung sendiri. Karena suatu waktu semua kejahatan akan terbongkar, sementara yang dia telah lakukan menjadi sia-sia.
“Sehebat-sehebatnya pelaku kejahatan pasti ada jejak/bukti yang tercecer sebagai titik awal penelusuran jejak sehingga mengarah kepada pelaku”.
Teori ini terkenal dengan sebutan Locard Exchange, “Every Contact Leaves a Trace”. Maksudnya adalah, apabila seseorang melakukan kejahatan, pasti akan meninggalkan jejak, bisa itu jejak kakinya, potongan rambut, sidik jari, dan lain sebagainya. Yang pasti setiap orang yang melakukan kejahatan, pasti akan bersentuhan dengan apapun dan meninggalkan jejaknya. Termasuk kejahatan dengan mempergunakan Tekhnologi Informasi yang akan meninggalkan jejak digital, bisa itu perangkat yang dipakai, lokasi-lokasi yang pernah disinggahi dan lain sebagainya.
Apakah kasus Mar Yanto pelakunya tunggal? Atau kasus Mar Yanto terorganisir? Kita tunggu perkembangan kasusnya dan keterangan dari pihak Kepolisian.

Kamaruddin

Share:

Ahli Perbaruak-an (bagian 1)


Di atas tapian bandaro dekat durian tampuak basi Waek Niban, di tepi jalan raya, tampak seorang pria paruh baya, bertelanjang dada, hanya memakai kain sarung sebagai ganti celana, sedang melatih baruak memetik kelapa. Rambutnya sebagian besar sudah memutih dengan potongan cepak seperti tentara.
Tangan kirinya menggenggam palacuik yang terbuat dari lidi berpilin tiga, sementara tangan kanan mencekal tali baruak. Dimulutnya terselip sebatang rokok anau. Rokok itu kadang dihisap, dilain saat dikunyah. Ketika membentak baruak, rokok itu digigit. Beliau Nyik Inu, seorang pengusaha yang bergerak dibidang jasa memetik kelapa.
‘’baruak andia. Lah duo bulan den aja. Dak bisa juo mamiyuah karambia!,’’ bentak Nyik Inu sambil mencambuk si baruak, karena baruak yang diajar sejak tadi hanya memegang kelapa tanpa berusaha memilinnya. Dibentak demikian, baruak itu merespon dengan mencibir Nyik Inu. Melihat cibiran itu, emosi beliau memuncak.
‘’baruak kalera,’’ hardiknya, lalu menyentakkan tali kekang baruak. Karena sentakkan itu membuat baruak jatuh dan terbanting ke tanah. Kembali baruak dihadiahi dua cambukkan dibadannya. Dengan gusar Nyik Inu kemudian memautkan baruak di kandangnya.
Kandang itu seperti kandang ayam yang dionggokkan diatas sebatang kayu setinggi dua meter. Tetapi ukurannya lebih kecil, juga tidak berpintu.
Setelah itu, dengan langkah besar beliau berjalan menuju rumah, lalu duduk di pintunya. Rumah itu tidak jauh dari kandang baruakk. Tepatnya, kandang baruak berada di halaman rumah Nyik Inu. Rumah beliau tipe rumah panggung dari kayu berukuran 4 kali 8 meter.
Nyik Inu masih kesal pada sang baruak, dan terus memakinya. ‘’baruak ongok. Dalam saminggu ko dak pandai juo ang maambiak karambia, den anduah ang ka Mak Saidan!’’ ancamnya kepada baruak. Setelah itu dihisap rokok anau sampai terpuntung dan menghembuskan asapnya, kemudian membuang puntungnya ke tabek Sianduk. Selanjutnya beliau buka ikatan tali baruak, dan menyeretnya kembali ke tempat latihan memetik kelapa.
Tempat latihan baruak itu berada di batang kelapa. Bentuknya seperti kayu yang pakukan sepanjang 1 meter secara horizontal di pertengahan batang kelapa, pada kayu itu di ikatkan 2 butir buah kelapa. Kelapa itulah yang menjadi bahan latihan untuk baruak.
‘’Pilin! Piyuah! Gigik!’’ teriak Nyik Inu memberi komando kepada baruak. Tetapi si baruak hanya berdiri di kayu tempat tergantungnya buah kelapa, dia hanya memandangi buah itu, sesekali mencibir Nyik Inu. Menyaksikan tingkah anak didiknya itu, Nyik Inu emosi lagi, akibatnya cambuk lidi berpilin tiga mendarat lagi di badan si baruak.
Baruak tidak bergeming, masih mada, dan semakin mancibia Nyik Inu.
Temperamen Nyik Inu sudah pada klimaks-nya, lalu tali kekang disentakkan, sehingga baruak jatuh ke tanah. Dua lecutan mendarat lagi di badan baruak.
‘’dak ado bana peri kebaruak-an ang yo Nyik Inu!,’’ tiba-tiba Nyik Inu dikagetkan oleh teguran seseorang. Kemudian beliau hentikan cambukkan ke badan baruak, dan melengoh ke sumber suara.
Tampak sesosok orang tua dan seekor baruak bertumbung besar telah berdiri dekat batang kapas di samping pohon kelapa tempat dimana Nyik Inu melatih baruak-nya.
Orang yang datang itu berkepala botak di bagian depan, mukanya berhiaskan cambang, jenggot dan kumis yang sudah memutih.

......bersambung

Rozi Firdaus
Share:

Cerpen Malam


Perusahaan A berniat mengakuisisi 60 persen saham perusahaan B di sebuah bursa, nilainya misalnya, 6 triliun.
Karena perusahaan A adalah perusahaan besar, maka sebagian besar dana akuisisi didapat dari pinjaman perbankan.
Perusahaan A hanya perlu mengeluarkan uang 500 Milyar, sementara 5,5 Triliun ditanggung oleh bank C.
Setelah akuisisi, perusahaan A melalukan pembenahan. Mulai dari pembenahan managemen, balance sheet, memoles perencanaan bisnisnya beberapa tahun ke depan, dan membangun image positif.
Walhasil, prospeknya mendadak membaik. Pelaku pasar berbondong-bondong ikut masuk dan bertransaksi di saham perusahaan B.
Nilainya melonjak, tahun pertama 25 persen, tahun kedua 35 persen, tahun ketiga 40 persen. Lalu perusahaan A melepas kepemilikan sahamya, yang sudah naik 100 persen, dengan mengantongi nilai total penjualan 12T. Keuntungan kotor, 6 T.
Lantas bank meminjamkan uang milik siapa? Yakni dari uang konsumen atau nasabah, tapi bukan untuk dipinjamkan, hanya sebagai jaminan ke bank sentral, yakni 2-3 persen dari total pinjaman. 2-3 persen dari 5,5 T adalah sekitar 110 -165 M, sebagai jaminan ke bank sentral.
Apakah bank komersial membayar ke bank sentral? Tidak, bank sentral hanya mengurangi 2-3 persen dari akun bank komersial di bank sentral. Lalu memindahkannya ke akun bank komersial yang akan menerima pinjaman dari perusahaan A.
Dengan pemotongan itu, maka Bank C berhak mencetak uang baru senilai 5,5 T.
Kalau bunga pinjamannya 10 persen per tahun misalnnya, flat, selama 3 tahun bank peminjam telah dapat 1,65 T sebagai bunga.
Jadi kalau itu diambil dari keuntungan perusahaan A, maka laba bersih menjadi 4,35T dalam pembelian saham perusahaan B (6 T dikurangi 1,65 bunga pinjaman 3 tahun) . Lalu dikurangi biaya penyertaan awal pembelian sebesar 500 M, maka keuntungan bersih adalah 3,85 T.
Perusahaan A mendapati keuntungan bersih di rekening sebesar 3,85 T, dengan modal 500 M.
Sementara bank dapat keuntungan bersih 1,65 T, dengan modal 110-165 M jaminan ke bank sentral.
Lantas kemana 5,5 T yang telah dikembalikan perusahaan A? Dihancurkan. Yang diambil hanya profitnya aja. Lantas uang jaminan yang dikurangi dan dipindahkan ke akun bank D yang menerima pinjaman perusahaan A akan dikembalikan ke akun bank C di bank sentral, dan dikurangi dengan jumlah yang sama di akun Bank D di bank sentral. Kembali ke posisi semula
Pembeli saham perusahaan B dengan Nilai 12 T tersebut akan begitu juga caranya, sampai harga jauh melebihi nilai instriksik sahamnya, lalu boom, market crash. Pemegang terakhir akan tepar, katanlah lah setelah nilai transaksi meningkat jadi 300 persen, yakni dari 6 T menjadi 18 T.
Perusahan terakhir yang pegang akan kocar kacir, bank penjaminnya juga sama.
Jika pemainnya ada puluhan, bahkan ratusan, dengan gaya dan pola yang sama, maka krisis meledak. Resesi.
Harga berjatuhan. Yang awalnya 6 T untuk 60 persen saham perusahaan B, lalu terbang jadi 18 T, resesi membuat harganya menjadi 2 T.
Bail out datang. Bank yang menalangi pembelian terakhir senilai 18 T, mendapat bail out, menyita aset perusahan terakhir yang memegang saham tersebut, karena gagal bayar, agar tak tutup dan phk.
Bail out dari kucuran liquiditas bank sentral, yang membeli obligasi atau surat berharga bank tersebut. Dan kini nilainya dimulai dari bawah, yakni 2 T untuk 60 persen saham perusahaan B. Reset ulang dari awal.
Kemana yang 16 T sisanya? Harga terakhir 18 T dikurangi 2 T harga terakhir, 16 T. Sudah dibagi2 ditengah jalan.
Relakan saja, hahahhaa.
Cerita Selesai
Pesannya. Jangan terlalu banyak Sandiaga Uno di negeri ini
Buahahhaa


Ronny P Sasmita
Share:

Serial si Mayua : Wali Kalera


Siang itu di halaman kantor Walinagari, berdiri sebuah panggung yang cukup megah. Diatasnya tampak sosok tinggi kurus berbaju putih sedang berpidato sembari sesekali melihat teks. Ketika isi pidato memuji diri sendiri dan menyalahkan pihak lain, pendukung dan anak buahnya yang mendengarkan pidato itu di depan panggung bersorak sorai sambil bertepuk tangan dengan riuhnya.
Orang itu adalah Mayua, Walinagari dua periode. Saat ini berkuasa di tahun ketiga periode kedua. Takahnya kurang meyakinkan. Jauh dari roman cerdas, juga kurang wibawanya. Tetapi oleh pendukungnya dan koran-koran ‘cabiak’ simpatisannya, dia dicitrakan kebalikan dari penilaian umum. Dia di deskripsikan cerdas, berwibawa, tidak pernah salah, dan disegani dunia internasional. Jika ada yang mengkritik, maka pendukungnya akan kesetanan membuli si pengkritik.
‘’saat ini beras produksi petani anak nagari tidak laku di pasar. Kalah bersaing dengan beras yang datang dari luar. Petani kita merugi’’, begitulah Mayua membuka pidatonya.
Setelah melirik teks, dengan sedikit jengkel dia melanjutkan ‘’ini semua karena kebijakan pemerintah yang mengundang pedagang beras dari luar!’’, berhenti sejenak, matanya menyapu semua pendukung yang hadir di bawah panggung. Setelah mengambil nafas, dia berkata lagi, ‘‘saya sudah tahu siapa yang suka mendatangkan beras dari luar, jika nanti dia masih suka seperti itu, maka AKAN SAYA GIGIT!’’. Kalimat ‘akan saya gigit’ dia ucapkan dengan lantang.
Para pendukung dan simpatisan di depan panggung bertepuk tangan dengan riuhnya. Seperti memuji ketegasan junjungan.
Hidung Mayua ‘kambang’. Dengan tampang sedikit ‘ongeh’, dia melanjutkan pidatonya. ‘’sekarang perusahaan Julo-Julo tekor. Gagal membayarkan uang ke anggota yang menerima. Ini karena kesalahan dalam memilih pengurusnya. Yang dipilih maling semua. Selanjutnya, saya akan MENYELAMATKAN perusahaan itu.’’ Kata menyelamatkan diucapkan Mayua dengan keras.
Kembali depan panggung riuh dengan tepuk tangan. Seolah bangga dengan kesigapan sang junjungan.
Setelah tenang, dengan memasang tampang bijak, Mayua bertutur lagi, ‘’untuk menutup ketekoran perusahaan Julo-Julo ini, saya akan mecabut beberapa subsidi dan menaikkan beberapa tarif pajak’’.
Depan panggung kembali bergemuruh dengan tepuk tangan. Teriakan ‘hidup Mayua’ sahut menyahut ditiap sudut area kantor Walinagari.
Setelah melirik isi teks, Mayua lantas melanjutkan. ‘’tiga tahun terakhir, nagari Sabalah banyak yang mencuri ikan di lubuk larangan kita. Ini karena Walinagari periode kemarin banyak berhutang ke nagari Sabalah. Karena hutang ini membuat mereka bersilantas angan kepada kita. Perbuatan mereka itu melecehkan kedaulatan nagari kita!’’, Mayua berhenti sejenak.
Suasana hening. Dengan memasang tampang emosi dia berkata lagi, ‘’saya akan mengatasi masalah pencurian ikan ini. Akan saya bawa para Hansip kesana. Saya LABRAK mereka!!,’’ kata labrak sengaja di ucapkan sangat keras.
Tepuk tangan dan pujian kembali bergema di depan panggung. Seakan bangga dengan keberanian sang Walinagari.
Mayua tersenyum puas. Dengan muka bangga, setelah melihat contekan, dia bertutur lagi, ‘’besok akan saya datangi tiap lubuk larangan nagari. Akan saya buat para pencuri itu lari tunggang langgang meninggalkan wilayah kita. Saya akan berpoto-poto dan selpi-selpi disana,’’ tutupnya dengan tersenyum puas. Setelah itu kembali melihat teks. Membaca apa yang akan disampaikan lagi pada pendukung fanatiknya.
Kembali tepuk tangan membahana seantero panggung.
Sementara itu, di sebuah Kadai di depan kantor Walinagari, tampak tiga orang sedang menguping isi pidato Mayua. Terlihat rona kesal dan jengkel pada ketiga muka orang tersebut. Karena semua masalah yang di paparkan Mayua, penyebabnya adalah dirinya sendiri. Dialah Walinagari periode kemarin.
Dari mereka itu, yang pertama bernama Mak Jaliman, yang lainnya Mak Piri dan Ramon. Ketiganya adalah orang-orang bijak dalam nagari. Selalu kritis terhadap kebijakan-kebijakan pemerintah yang dianggap merugikan masyarakat kecil.
Tanpa bicara, sambil melirik kedua temannya, Mak Jaliman memberi kode dengan mengarahkan telunjuk kearah panggung tempat Mayua sedang berpiidato. Melihat kode itu, Mak Piri dan Ramon serentak mengangguk. Paham dengan apa yang dimaksud Mak Jaliman.
Setelah itu, segera ketiganya meninggalkan lapau, berlari menuju panggung di depan kantor Walinagari. Tiba diatas panggung, Mak Jaliman merebut mik yang sedang dipegang Mayua kemudian dilempar ke bawah.
Selanjutnya melirik kepada Mak Piri dan Ramon, memberi kode anggukkan. Keduanya membalas juga dengan anggukkan.
Tiba-tiba Mak Jaliman berujar, ‘’ciek duo tigo!’’, setelah itu beliau meringkus tangan Mayua, disaat yang sama Mak Piri dan Ramon juga memegangi kedua kaki Mayua. Sehingga Mayua terangkat dengan tangan dipegang Mak Jaliman dan kedua kaki dicekal Mak Piri dan Ramon. Mayua hanya ‘mangango’ saja diperlakukan demikian.
Mak Jaliman menghitung lagi, ‘’ciek duo tigo!’’, Mayua diayunkan ke depan belakang, di hitungan ketiga, kemudian dilemparkan ke bawah panggung. Mayua terjatuh dengan posisi terkangkang menghadap langit.
Setelah itu, ketiga orang tersebut ambil langkah seribu meninggalkan kantor Walinagari dengan perasaan puas dan lega.

Rozi Firdaus
Share:

Pertempuran Hati



Pendemi Covid-19 telah menciptakan Medan Peperangan yang sangat dahsyat. Hampir seluruh masyarakat terlibat, berjibaku di medan perang sesuai kapasitas masing-masing.
Selain bertahan dan bertempur menghadapi serangan virus, ada juga pertempuran lain yang tidak kalah patriotiknya, yaitu menyalurkan bantuan. Jika boleh diberi nama ini adalah Medan Perang Kemanusiaan dan pertempuran hati.
Menyalurkan bantuan terhadap orang-orang yang berhak dan sudah terdata jelas sangat mudah. Begitu juga menyalurkan bantuan terhadap orang-orang berhak yang tidak terdata tetapi mau melaporkan atau bahkan memprotes, tidak terlalu sulit.
Tetapi menyalurkan bantuan terhadap orang-orang yang membutuhkan, tetapi tidak terdata dan tidak melapor apalagi memprotes sangatlah sulit. Seperti menghadapi sniper dalam medan pertempuran.
Ditengah desingan peluru ada "musuh" yang tidak terlihat, tidak diketahui dimana posisinya. Musuh yang harus kita cari dimana keberadaannya untuk kemudian kita lumpuhkan. Jika sudah melumpuhkan sniper maka kita bisa fokus menghadapi musuh yang terlihat.
Ya, dalam menyalurkan bantuan terhadap yang sudah terdaftar sangat mudah. Datangi, serahkan, tanda terima, photo-photo...cekrek! selesai.
Ketika ada yang menolak atau mengembalikan bantuan, kita "membungkus"nya dengan sebagai sebuah aksi heroik warga, walau bungkus sebenarnya adalah kesalahan atau amburadulnya data.
Ya, dari sisi warga itu aksi heroik menolak bantuan karena merasa tidak berhak, atau karena apa yang mereka miliki telah cukup atau bahkan lebih. Dari sisi lain, itu adalah kerja asal-asalan, data salah, amburadul dan bantuan tidak tepat sasaran.
Dibalik semua itu, banyak orang yang sangat membutuhkan tetapi mereka tidak melapor. Tidak melapor karena tidak mau atau karena alasan apapun, apalagi untuk menuntut atau memprotes supaya mendapatkan bantuan.
Apapun alasannya, mereka tidak bisa disalahkan tidak mendapatkan bantuan karena tidak melapor. Mereka hanya diam dan berserah diri, bahkan berharap dan menunggu pun tidak mereka lakukan.
Dan ketika akhirnya bantuan itu sampai yang mereka lakukan adalah syukur dan sujud kepada Allah Yang Maha Pengasih dan Penyayang. Lihatlah... betapa bersyukurnya mereka ketika menerima bantuan yang bagi sebagian orang mungkin itu tidak seberapa. Yang bagi sebagian orang malah dianggap sebagai sebuah "apa'an".
Cara mereka menerima bantuan itu adalah bentuk kebahagiaan yang diungkapkan dengan bersyukur dan bersujud.
Sesungguhnya memberikan bantuan terhadap mereka lah yang pantas disebut perjuangan, karena itu butuh kerja keras mencari dan menemukan mereka. Dan ketika bantuan sampai kepada mereka itulah yang disebut tepat sasaran, tidak ditolak, tidak dianggap remeh. Tepat sasaran karena mereka menerimanya sebagai anugerah yang luar biasa Tuhan Yang Maha Pengasih dan Penyayang.
Bagaimanapun caranya itu harus dilakukan. Menyampaikan bantuan kepada yang berhak inilah yang disebut pertempuran hati ditengah Perang Kemanusiaan yang sedang berlangsung. Semoga.
Sumber Video : Lara February



Kamaruddin
Share:

Definition List

Unordered List

Support