Media publikasi tulisan-tulisan unik, menarik dan menginspirasi

Cerpen Malam


Perusahaan A berniat mengakuisisi 60 persen saham perusahaan B di sebuah bursa, nilainya misalnya, 6 triliun.
Karena perusahaan A adalah perusahaan besar, maka sebagian besar dana akuisisi didapat dari pinjaman perbankan.
Perusahaan A hanya perlu mengeluarkan uang 500 Milyar, sementara 5,5 Triliun ditanggung oleh bank C.
Setelah akuisisi, perusahaan A melalukan pembenahan. Mulai dari pembenahan managemen, balance sheet, memoles perencanaan bisnisnya beberapa tahun ke depan, dan membangun image positif.
Walhasil, prospeknya mendadak membaik. Pelaku pasar berbondong-bondong ikut masuk dan bertransaksi di saham perusahaan B.
Nilainya melonjak, tahun pertama 25 persen, tahun kedua 35 persen, tahun ketiga 40 persen. Lalu perusahaan A melepas kepemilikan sahamya, yang sudah naik 100 persen, dengan mengantongi nilai total penjualan 12T. Keuntungan kotor, 6 T.
Lantas bank meminjamkan uang milik siapa? Yakni dari uang konsumen atau nasabah, tapi bukan untuk dipinjamkan, hanya sebagai jaminan ke bank sentral, yakni 2-3 persen dari total pinjaman. 2-3 persen dari 5,5 T adalah sekitar 110 -165 M, sebagai jaminan ke bank sentral.
Apakah bank komersial membayar ke bank sentral? Tidak, bank sentral hanya mengurangi 2-3 persen dari akun bank komersial di bank sentral. Lalu memindahkannya ke akun bank komersial yang akan menerima pinjaman dari perusahaan A.
Dengan pemotongan itu, maka Bank C berhak mencetak uang baru senilai 5,5 T.
Kalau bunga pinjamannya 10 persen per tahun misalnnya, flat, selama 3 tahun bank peminjam telah dapat 1,65 T sebagai bunga.
Jadi kalau itu diambil dari keuntungan perusahaan A, maka laba bersih menjadi 4,35T dalam pembelian saham perusahaan B (6 T dikurangi 1,65 bunga pinjaman 3 tahun) . Lalu dikurangi biaya penyertaan awal pembelian sebesar 500 M, maka keuntungan bersih adalah 3,85 T.
Perusahaan A mendapati keuntungan bersih di rekening sebesar 3,85 T, dengan modal 500 M.
Sementara bank dapat keuntungan bersih 1,65 T, dengan modal 110-165 M jaminan ke bank sentral.
Lantas kemana 5,5 T yang telah dikembalikan perusahaan A? Dihancurkan. Yang diambil hanya profitnya aja. Lantas uang jaminan yang dikurangi dan dipindahkan ke akun bank D yang menerima pinjaman perusahaan A akan dikembalikan ke akun bank C di bank sentral, dan dikurangi dengan jumlah yang sama di akun Bank D di bank sentral. Kembali ke posisi semula
Pembeli saham perusahaan B dengan Nilai 12 T tersebut akan begitu juga caranya, sampai harga jauh melebihi nilai instriksik sahamnya, lalu boom, market crash. Pemegang terakhir akan tepar, katanlah lah setelah nilai transaksi meningkat jadi 300 persen, yakni dari 6 T menjadi 18 T.
Perusahan terakhir yang pegang akan kocar kacir, bank penjaminnya juga sama.
Jika pemainnya ada puluhan, bahkan ratusan, dengan gaya dan pola yang sama, maka krisis meledak. Resesi.
Harga berjatuhan. Yang awalnya 6 T untuk 60 persen saham perusahaan B, lalu terbang jadi 18 T, resesi membuat harganya menjadi 2 T.
Bail out datang. Bank yang menalangi pembelian terakhir senilai 18 T, mendapat bail out, menyita aset perusahan terakhir yang memegang saham tersebut, karena gagal bayar, agar tak tutup dan phk.
Bail out dari kucuran liquiditas bank sentral, yang membeli obligasi atau surat berharga bank tersebut. Dan kini nilainya dimulai dari bawah, yakni 2 T untuk 60 persen saham perusahaan B. Reset ulang dari awal.
Kemana yang 16 T sisanya? Harga terakhir 18 T dikurangi 2 T harga terakhir, 16 T. Sudah dibagi2 ditengah jalan.
Relakan saja, hahahhaa.
Cerita Selesai
Pesannya. Jangan terlalu banyak Sandiaga Uno di negeri ini
Buahahhaa


Ronny P Sasmita
Share:

0 komentar:

Posting Komentar

Definition List

Unordered List

Support