Media publikasi tulisan-tulisan unik, menarik dan menginspirasi

Omerta, Justice Collaborator dan Mar Yanto


Dalam kehidupan Mafia di Sisilia Italia ada istilah yang sangat terkenal yaitu Omerta.   Omerta diartikan sebagai sumpah tutup mulut untuk menjaga kehormatan, loyalitas dan solidaritas di kalangan Mafia.
Anggota Mafia yang tertangkap aparat penegak hukum wajib tutup mulut untuk menutupi kejahatan yang telah bersama-sama dilakukan. Jika ada yang sampai berani buka mulut tentang keterlibatan organisasi Mafia maka nyawanya dan keluarga akan menjadi taruhan. Kisah ini diceritakan oleh penulis Maria Puzo dalam novelnya berjudul Omerta.
Di Indonesia walaupun tidak sama, sumpah untuk tutup mulut itu sebagai bentuk loyalitas dan solidaritas "Sesama  Penjahat" juga terjadi. Pernah suatu waktu dalam kegiatan razia, dalam mobil milik anak pejabat tinggi ditemukan narkoba. Tetapi kemudian yang ditetapkan sebagai tersangka pemilik Narkoba itu adalah teman si anak pejabat yang ikut menumpang dalam mobil itu.
Atau kasus-kasus yang dimana pelaku disuruh tutup mulut agar pelaku utama tidak terseret dengan kompensasi uang tutup mulut yang disediakan pelaku utama. Atau pelaku disuruh menghilang, mungkin juga dihilangkan agar pelaku lain yang mungkin saja lebih kakap akan terungkap.
Untuk mengantisipasi hal-hal seperti itu, Hukum di Indonesia memberikan "fasilitas" berupa pengurangan hukuman bagi para tersangka dan terdakwa yang mengakui perbuatan yang dilakukannya dan bukan sebagai pelaku utama serta bersedia bersaksi atas keterlibatan orang lain sebagai pelaku utama. Pelaku yang mau melakukan itu disebut sebagai Justice Collaborator.
Justice Collaborator berlaku pada Tindak Pidana tertentu yaitu tindak pidana korupsi, terorisme, tindak pidana narkotika, tindak pidana pencucian uang, perdagangan orang, maupun tindak pidana lainnya yang bersifat terorganisir.
Apakah dalam Kasus Mar Yanto yang sedang virral di Kabupaten Agam bisa berlaku Justice Collaborator?
Bisa saja kalau perbuatan Mar Yanto dilakukan secara terorganisir, melibatkan banyak orang dengan bermacam peran, ada aktor intelektual ada petugas lapangan dan ada penyedia logistik. Atau dengan kata lain Mar Yanto bukan pelaku tunggal. Oleh karenanya perlu sikap koorperatif dan collaborator dari pelaku agar proses penyelidikan dan penyidikan berjalan efektif. jika itu terjadi akan ada pertimbangan untuk keringanan hukuman bagi pelaku tersebut.
Adalah luar biasa loyalitas dan solidaritasnya Mar Yanto andaikan itu kejahatan terorganisir tetapi dia tanggung sendiri. Karena suatu waktu semua kejahatan akan terbongkar, sementara yang dia telah lakukan menjadi sia-sia.
“Sehebat-sehebatnya pelaku kejahatan pasti ada jejak/bukti yang tercecer sebagai titik awal penelusuran jejak sehingga mengarah kepada pelaku”.
Teori ini terkenal dengan sebutan Locard Exchange, “Every Contact Leaves a Trace”. Maksudnya adalah, apabila seseorang melakukan kejahatan, pasti akan meninggalkan jejak, bisa itu jejak kakinya, potongan rambut, sidik jari, dan lain sebagainya. Yang pasti setiap orang yang melakukan kejahatan, pasti akan bersentuhan dengan apapun dan meninggalkan jejaknya. Termasuk kejahatan dengan mempergunakan Tekhnologi Informasi yang akan meninggalkan jejak digital, bisa itu perangkat yang dipakai, lokasi-lokasi yang pernah disinggahi dan lain sebagainya.
Apakah kasus Mar Yanto pelakunya tunggal? Atau kasus Mar Yanto terorganisir? Kita tunggu perkembangan kasusnya dan keterangan dari pihak Kepolisian.

Kamaruddin

Share:

0 komentar:

Posting Komentar

Definition List

Unordered List

Support