Media publikasi tulisan-tulisan unik, menarik dan menginspirasi

Serial si Mayua : Wali Kalera


Siang itu di halaman kantor Walinagari, berdiri sebuah panggung yang cukup megah. Diatasnya tampak sosok tinggi kurus berbaju putih sedang berpidato sembari sesekali melihat teks. Ketika isi pidato memuji diri sendiri dan menyalahkan pihak lain, pendukung dan anak buahnya yang mendengarkan pidato itu di depan panggung bersorak sorai sambil bertepuk tangan dengan riuhnya.
Orang itu adalah Mayua, Walinagari dua periode. Saat ini berkuasa di tahun ketiga periode kedua. Takahnya kurang meyakinkan. Jauh dari roman cerdas, juga kurang wibawanya. Tetapi oleh pendukungnya dan koran-koran ‘cabiak’ simpatisannya, dia dicitrakan kebalikan dari penilaian umum. Dia di deskripsikan cerdas, berwibawa, tidak pernah salah, dan disegani dunia internasional. Jika ada yang mengkritik, maka pendukungnya akan kesetanan membuli si pengkritik.
‘’saat ini beras produksi petani anak nagari tidak laku di pasar. Kalah bersaing dengan beras yang datang dari luar. Petani kita merugi’’, begitulah Mayua membuka pidatonya.
Setelah melirik teks, dengan sedikit jengkel dia melanjutkan ‘’ini semua karena kebijakan pemerintah yang mengundang pedagang beras dari luar!’’, berhenti sejenak, matanya menyapu semua pendukung yang hadir di bawah panggung. Setelah mengambil nafas, dia berkata lagi, ‘‘saya sudah tahu siapa yang suka mendatangkan beras dari luar, jika nanti dia masih suka seperti itu, maka AKAN SAYA GIGIT!’’. Kalimat ‘akan saya gigit’ dia ucapkan dengan lantang.
Para pendukung dan simpatisan di depan panggung bertepuk tangan dengan riuhnya. Seperti memuji ketegasan junjungan.
Hidung Mayua ‘kambang’. Dengan tampang sedikit ‘ongeh’, dia melanjutkan pidatonya. ‘’sekarang perusahaan Julo-Julo tekor. Gagal membayarkan uang ke anggota yang menerima. Ini karena kesalahan dalam memilih pengurusnya. Yang dipilih maling semua. Selanjutnya, saya akan MENYELAMATKAN perusahaan itu.’’ Kata menyelamatkan diucapkan Mayua dengan keras.
Kembali depan panggung riuh dengan tepuk tangan. Seolah bangga dengan kesigapan sang junjungan.
Setelah tenang, dengan memasang tampang bijak, Mayua bertutur lagi, ‘’untuk menutup ketekoran perusahaan Julo-Julo ini, saya akan mecabut beberapa subsidi dan menaikkan beberapa tarif pajak’’.
Depan panggung kembali bergemuruh dengan tepuk tangan. Teriakan ‘hidup Mayua’ sahut menyahut ditiap sudut area kantor Walinagari.
Setelah melirik isi teks, Mayua lantas melanjutkan. ‘’tiga tahun terakhir, nagari Sabalah banyak yang mencuri ikan di lubuk larangan kita. Ini karena Walinagari periode kemarin banyak berhutang ke nagari Sabalah. Karena hutang ini membuat mereka bersilantas angan kepada kita. Perbuatan mereka itu melecehkan kedaulatan nagari kita!’’, Mayua berhenti sejenak.
Suasana hening. Dengan memasang tampang emosi dia berkata lagi, ‘’saya akan mengatasi masalah pencurian ikan ini. Akan saya bawa para Hansip kesana. Saya LABRAK mereka!!,’’ kata labrak sengaja di ucapkan sangat keras.
Tepuk tangan dan pujian kembali bergema di depan panggung. Seakan bangga dengan keberanian sang Walinagari.
Mayua tersenyum puas. Dengan muka bangga, setelah melihat contekan, dia bertutur lagi, ‘’besok akan saya datangi tiap lubuk larangan nagari. Akan saya buat para pencuri itu lari tunggang langgang meninggalkan wilayah kita. Saya akan berpoto-poto dan selpi-selpi disana,’’ tutupnya dengan tersenyum puas. Setelah itu kembali melihat teks. Membaca apa yang akan disampaikan lagi pada pendukung fanatiknya.
Kembali tepuk tangan membahana seantero panggung.
Sementara itu, di sebuah Kadai di depan kantor Walinagari, tampak tiga orang sedang menguping isi pidato Mayua. Terlihat rona kesal dan jengkel pada ketiga muka orang tersebut. Karena semua masalah yang di paparkan Mayua, penyebabnya adalah dirinya sendiri. Dialah Walinagari periode kemarin.
Dari mereka itu, yang pertama bernama Mak Jaliman, yang lainnya Mak Piri dan Ramon. Ketiganya adalah orang-orang bijak dalam nagari. Selalu kritis terhadap kebijakan-kebijakan pemerintah yang dianggap merugikan masyarakat kecil.
Tanpa bicara, sambil melirik kedua temannya, Mak Jaliman memberi kode dengan mengarahkan telunjuk kearah panggung tempat Mayua sedang berpiidato. Melihat kode itu, Mak Piri dan Ramon serentak mengangguk. Paham dengan apa yang dimaksud Mak Jaliman.
Setelah itu, segera ketiganya meninggalkan lapau, berlari menuju panggung di depan kantor Walinagari. Tiba diatas panggung, Mak Jaliman merebut mik yang sedang dipegang Mayua kemudian dilempar ke bawah.
Selanjutnya melirik kepada Mak Piri dan Ramon, memberi kode anggukkan. Keduanya membalas juga dengan anggukkan.
Tiba-tiba Mak Jaliman berujar, ‘’ciek duo tigo!’’, setelah itu beliau meringkus tangan Mayua, disaat yang sama Mak Piri dan Ramon juga memegangi kedua kaki Mayua. Sehingga Mayua terangkat dengan tangan dipegang Mak Jaliman dan kedua kaki dicekal Mak Piri dan Ramon. Mayua hanya ‘mangango’ saja diperlakukan demikian.
Mak Jaliman menghitung lagi, ‘’ciek duo tigo!’’, Mayua diayunkan ke depan belakang, di hitungan ketiga, kemudian dilemparkan ke bawah panggung. Mayua terjatuh dengan posisi terkangkang menghadap langit.
Setelah itu, ketiga orang tersebut ambil langkah seribu meninggalkan kantor Walinagari dengan perasaan puas dan lega.

Rozi Firdaus
Share:

0 komentar:

Posting Komentar

Definition List

Unordered List

Support