“begini Mak,” jawab Nopi, “pada bulan April dan Mei
kita lebih banyak beraktifitas di rumah sebab ada PSBB. Karena sering di rumah
saja, terjadi perubahan perilaku kita dalam menggunakan listrik. Jika dihari
biasa AC, TV, kipas angin, Laptop, dan lainnya, hanya digunakan ketika malam
hari saja, tetapi saat kita lebih sering beraktifitas di rumah, alat-alat
elektronik itu kita gunakan 24 jam. Makanya dibulan Juni ini kita bayar lebih
dari bulan biasanya.”
Mak Siri tidak sepakat, lalu bantahnya, “di bulan saat
PSBB, bulan April dan bulan Mei, kita tetap bayar seperti biasa. Harusnya di
bulan Juni tarifnya juga biasa. Kecuali pada bulan April dan Mei itu kita tidak
bayar, wajar di bulan Juni naik berlipat.!”
Nopi tersenyum, kemudian tuturnya, “karena kebijakan
PSBB, pada bulan April dan Mei petugas PLN tidak melihat stand KWH meter
dirumah kita, di dua bulan itu kita membayar berdasarkan perkiraan rata-rata
bulan normal. Sementara di bulan itu pemakaian listrik kita sangat tinggi.
Tentu saja ada selisih kekurangan bayar yang cukup signifikan di bulan Juni
setelah di cek meteran.”
Mak Siri tidak puas, sanggahnya, “tapi saat pada PSBB
itu pemakaian listrik di rumah Mamak tidak jauh beda dihari biasa. AC, TV, dan
kipas angin pemakaiannya lebih sedikit di hari biasa. Kalaupun tarif naik
harusnya tidak sampai 200 persen!.”
“tapi pemakaian yang sedikit itu lamanya 60 hari lo
Mak. Jadi wajar Mak Siri bayar segitu.” Balas Nopi.
“tapi Pi,” bantah Mak Siri, “rumah Languai yang di
ateh kosong, tidak dihuni, karena dia sudah pindah ke rumah barunya di ilia,
katanya rumah kosong itu rekening listriknya juga naik 200 persen!.”
Nopi terdiam. Kata Mak Siri lagi, “berarti selama
PSBB, rumah kosong Languai itu tidak ada peningkatan penggunaan listrik, tetapi
tetap naik juga. Dan di FB banyak keluhan seperti itu.”
Mak Siri mengeluarkan Androidnya, mengaktifkan, lalu
membuka FB FP PLN, “lihat ini,” kata beliau sambil menyodorkan android itu ke
Nopi.
Nopi menyambutnya, lalu membaca sembari menskrol ke
bawah. Dia kaget. Ternyata Mak Siri benar. Ada ribuan yang komen dan semua
menyatakan kenaikan yang tidak wajar.
Tanpa menanggapi kemudian Nopi mengembalikan HP ke Mak
Siri.
“berarti ini seperti perampokan secara tersembunyi,”
kata Mak Siri sambil mengambil Android itu, lalu menyarungkannya di pinggang.
Setelah itu beliau melanjutkan, “dalam UUD Pasal 33
jelas dinyatakan, bahwa semua cabang produksi yang menyangkut hajat hidup orang
banyak dikuasai oleh negara, dan digunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran
rakyat. Listrik itu menyangkut hajat hidup orang banyak, harusnya untuk kemakmuran
rakyat. Kalau kenaikkan tidak wajar ini seperti ingin menyiksa rakyat! Bukan
memakmurkan!.”
Nopi tidak menanggapi. Hanya diam menyimak.
Lalu Mak Siri melanjutkan, “apalagi dimasa pandemi
ini. Semua orang terdampak. Penghasilan menurun signifikan. Sementara rakyat
tetap membayar cicilan kredit rumah, motor, dan kredit lainnya. Ditambah
sebelumnya BPJS juga sudah naik. Seharusnya, dengan kenaikan pemakaian di masa
rumah saja itu, ada keringanan dalam pembayaran tagihan listrik. Ini justru
menaikkan!.” Setelah itu dengan perasaan mendongkol, Mak Siri pergi dari situ.
Sementara Nopi masih bungkam. Dalam hati membenarkan
semua argumen Mak Siri. Dia sepakat bahwa kenaikkan itu kurang wajar.
Apalagi kenaikkan terjadi di masa pandemi yang sangat
berdampak terhadap pendapatan rakyat. Seharusnya pemerintah mengurangi beban
itu dengan menurunkan tarif listrik. Jika perlu hratis. Tetapi yang terjadi
sebaliknya.
Nopi hanya geleng-geleng kepala. Lalu berlalu dari
jembatan itu.
Rozi Firdaus
0 komentar:
Posting Komentar