"Dengan nama Allah SWT bahwa kita akan tetap menegakkan Kejujuran, Kebenaran.. Keadilan. Yang benar akan tetap menang, yang tidak benar akan tetap hancur", ucap Jenderal A.H. Nasution dengan suara serak penuh keharuan ketika melepas jenazah Pahlawan Revolusi tahun 1965.
Hari ini 55 tahun setelah peristiwa itu, kita
masih tetap mengingatnya dan akan terus mengingatkannya pada generasi
berikutnya. Bahwa PKI adalah partai terlarang di Negara Kesatuan Republik
Indonesia. Dan bukan hanya dalam bentuk Partai Politik tetapi yang lebih
penting bahwa paham Komunis tidak boleh ada di bangsa kita.
Beberapa alasan mengapa PKI dan Komunisme
tidak boleh ada di Indonesia, diantaranya karena paham komunis yang mengingkari
adanya Tuhan, Komunis identik dengan tidak berTuhan. PKI juga mengajarkan dan
mempraktekkan bagaimana melakukan hasutan dan propaganda kepada lawan politik.
Sedangkan hal tersebut tidak dibenarkan
karena bangsa kita sangat religius, menjunjung tinggi nilai kebenaran dan
kejujuran termasuk dalam berpolitik.
Itu salah satu alasan A.H. Nasution
mengatakan bahwa atas nama Tuhan, kita (Angkatan Bersenjata) akan tetap
menegakkan kejujuran, kebenaran dan keadilan.
Bahkan bagi orang Minang ketika di zaman Orde
Baru, PKI diidentikan dengan sifat-sifat jahat dan kurang ajar, tidak sopan
atau tidak beradat. Ketika seseorang yang tidak shalat, atau suka menghasut,
atau tidak menghargai orang yang lebih tua akan dikatakan sama dengan PKI.
“Parangai ang bantuak PKI!”, ”Ang lah samo jo
PKI ko!”. Kata-kata itu disampaikan kepada orang yang perbuatannya tidak baik.
Perkataan itu akan diterima sebagai sebuah “nasehat” tanpa merasa dituduh
sebagai anggota PKI.
Mungkin saat ini kita tidak mendengar
kata-kata itu lagi karena PKI sangat sensitif dibicarakan dan mudah
dipolitisir. Jika saat ini ada yang mengatakan kepada kita, “Parangai ang samo
jo PKI!’, mungkin kita akan segera melapor ke Polisi.
Berdasarkan sejarah, PKI di Indonesia telah
berulang kali melakukan pemberontakan. Tahun 1926, 1945, 1958, 1950 dan
terakhir tahun 1965 yang mengakibatkan banyak korban, para jenderal TNI, masyarakat
sipil, hingga anggota PKI.
Tetapi setiap paham atau ideologi juga
memiliki keterbatasan karena terikat dengan ruang dan waktu. Artinya, sebuah
ideologi sangat tergantung dengan kondisi dan situasi di mana ia lahir.
Komunisme misalnya, barangkali hanya cocok
dalam konteks masyarakat Eropa abad ke-19, namun tidak lagi cocok di abad ke-20
(Sahlan Hanafiah, Mengenal Idiologi Komunis)
Oleh karenanya, kita juga tidak perlu hidup
dengan ketakutan sepanjang kita mempelajari sejarahnya. Kita juga harus
selektif dan kritis terhadap informasi-informasi yang bertujuan untuk
menghantui kita yang pada akhirnya membodohi.
Jangan pernah lupakan sejarah.
0 komentar:
Posting Komentar