Media publikasi tulisan-tulisan unik, menarik dan menginspirasi

Mendadak Tegas


Jembatan itu sudah tua. Bentuknya sangat kuno. Dua tiangnya seperti onggokan batu kali yang tersusun rapi. Diatasnya melintang rangkaian besi padat yang sangat kokoh. Dibangun pada masa penjajahan. Orang senagari menyebutnya Jembatan Lubuk Kalang. Perannya sangat vital bagi kehidupan nagari, karena menghubungkan dua wilayah yang dipisahkan oleh batang air.

Selain menjadi akses penghubung utama bagi warga untuk melakukan aktivitas, jembatan ini kadang dijadikan sebagai tempat berkumpulnya anak muda. Banyak hal yang mereka lakukan disana. Seperti mencari sinyal hape, ngobrol-ngobrol, bacewek bagi yang punya pacar, bersantai sembari menikmati indahnya gunung danau, bahkan sebagai tempat untuk sekedar berlengang-lengang saja.

Suatu malam, ditengah jembatan itu, ditepi dekat pagar, terlihat seorang pemuda sedang duduk diatas Honda Grand Tumbuang bersiring hijau. Badannya tinggi kurus, berambut ikal pendek belah tengah. Namanya Celong.

Jenuh duduk, sesekali ia berjalan ke pagar sebelahnya. Bosan disana, dia menyeberang lagi ke sisi lainnya, duduk lagi di motornya. Mendaming lagi disitu.

Kini dia berdiri sembari memandang kearah Banda Tangah. Banyak hal yang difikirkannya. Beragam masalah yang dia lamunkannya. Terutama tentang ketidakadilan penegakan aturan dalam nagari. Ketidaadilan itu telah menciptakan perpecahan. Menurutnya perpecahan akan menghancurkan nagari.

Yang membuatnya miris, ketidakalian dipertontonkan secara terbuka oleh penguasa. Dua kelompok yang melakukan pelanggaran yang sama, diperlakukan berbeda oleh aparat. Yang satu dimaafkan, yang lainnya ditindak tegas, bahkan dicari-cari kesalahannya. Seperti yang terjadi pada Buya.

Awalnya pemerintah nagari tidak begitu peduli dengan penegakkan protokol kesehatan. Setiap pelanggaran yang terjadi hanya memberikan teguran saja, tanpa disertai menjatuhkan sanksi sesuai ketentuan yang berlaku. Namun, setelah Buya kembali dari Tanah Suci, kepulangannya disambut oleh ribuan pengikutnya, tiba-tiba pemerintah nagari mendadak tegas. Peduli pada protokol kesehatan. Mulai acuh dengan keselamatan warganya.

Anak buah walinagari yang mengurus keamanan, bernama Sipud, mengecam keras kerumunan yang terjadi saat penyambutan Buya. Katanya dengan marah-marah di depan kantor walinagari, “usut..!! panggil Buya, seret kepala jorong yang menjadi tempat kerumunan, pecat kepala hansip di wilayah itu!.”

Sipud lupa bahwa dia punya andil yang menyebabkan membludaknya orang menyambut kedatangan Buya. Sehari sebelum kepulangan Buya, dia dengan jumawa merendahkan sang Buya dan pengikutnya. Katanya dengan mimik kebencian, “Buya bukan orang suci, pengikutnya tidak banyak, cuma seupil. Aparat tidak perlu berlebihan mengamankan!.”

Ternyata yang menyambut Buya membludak, kemudian terjadi kerumunan jutaan orang, lalu dia cuci tangan dengan menyalahkan bawahannya. Pelanggaran protokol kesehatan itu mutlak karena kelalaian anak buahnya semata, bukan dia. Kepala Hansip dicopotnya, Kepala Jorong dan Buya diakali untuk masuk penjara. Padahal kerumunan berlangsung karena pernyataannya yang menyepelekan Buya dan pengikutnya.

Di pihak lain, anak dan menantu Walinagari juga melakukan pelanggaran yang sama seperti yang terjadi dalam kerumunan acara Buya, tetapi tindakan tegas cuma untuk Buya seorang. Sementara anak dan menantu walinagari hanya ditegur dengan sopan. Satu dirangkul, yang lainnya dipukul.

Sebagai seorang yang idealis, Celong menuntut keadilan dalam penegakkan hukum. Dia ingin keadilan itu tidak tebang pilih. Siapa saja yang tidak patuh pada aturan harus ditindak. Apakah itu orang besar atau orang kecil, meski pejabat, anak pejabat, maupun warga berderai, jika melanggar, seharusnya aturan mesti ditegakkan untuk semuanya.

Dirogohnya saku baju, dikeluarkannya rokok Panama Putih, dibakar lalu dihisap. Tampak asap berkepulun keluar dari hidung dan mulutnya.

Penat berdiri, kemudian Celong duduk di jok motor Grand Tumbuang-nya. Sekarang pandangannya menatap hampa ke arah gunung danau, yang malam itu sangat tercelak, karena purnama juga bersinar terang. Hamparan sawah yang menghijau di Banda Tangah menambah indahnya pemandangan. Namun, keelokkan itu belum menyirnakan rusuhnya.

Pikirannya belum bisa lepas dari ketidakadilan itu. Baginya persatuan hanya tercipta jika keadilan ditegakkan tanpa pandang bulu. Karena keadilan adalah kebutuhan dasar manusia, maka ketika ada ketimpangan, pasti akan ada perlawanan. Untuk itu penguasa harus hati-hati dalam bertindak.

Menurutnya, penguasa harus ‘maukua samo panjang, mambilai samo laweh’. Jangan untuk kelompok sendiri bagiannya dilebihkan, untuk pihak lain dinihilkan. Tidak boleh ketika pihak sendiri melanggar dimaklumi, namun saat pihak lain melanggar tegasnya minta ampun. Hal itu akan memicu kebencian. Kebencian bakal menimbulkan kekacauan.

Juga, penguasa tidak boleh ‘tibo dimato dipiciangkan, tibo diparuik indak dikampihkan’. Jangan disaat pendukung sendiri melanggar hukum pura-pura tidak tahu, bukan pendukung melakukan hal yang sama ditindaklanjuti. Keadaan ini akan menimbulkan kecemburuan dari pihak yang bukan pendukung. Kecemburuan akan berbuah kehancuran.

Jika penguasa melaksanakan kedua prinsip itu maka akan tercipta persatuan, karena keadilan mencegah perpecahan. Kelompok yang merasa dirugikan pasti akan berusaha melawan, dan akhirnya keduanya akan saling menjatuhkan dan tidak harmonis.

Apabila pemerintah berlaku adil, maka segala urusan pemerintah akan mulus dilaksanakan. Tidak akan ada hambatan dari kelompok yang bukan pendukung, karena mereka sudah diperlakukan adil. Keadilan juga akan meminimalisir kecemburuan sosial. Dan pada akhirnya apabila penguasa berbuat adil dalam semua hal, maka akan membuat kehidupan masyarakat bahagia dan sejahtera.

Berfikir sampai disitu, Celong menguap, dia mengantuk. Karena merasa mau tidur dia ingin segera pulang ke rumah uwaeknya di simpang.

Malam semakin larut. Lolongan anjing dan kicauan uwia-uwia membuat malam terasa angker. Celong bergidik. Rasa takut mulai menyelimuti hatinya. Lalu diengkolnya Grand Tumbuang itu. Dia meninggalkan Jembatan Lubuak Kalang.

Share:

0 komentar:

Posting Komentar

Definition List

Unordered List

Support