Media publikasi tulisan-tulisan unik, menarik dan menginspirasi

Terowongan Danau Maninjau - Singkarak


Danau Maninjau dan Singkarak adalah dua danau besar di Sumatera Barat, yang berada di dua kabupaten berbeda. Danau Maninjau berada di Kabupaten Agam, sementara Danau Singkarak terletak di Kabupaten Solok. Jarak tempuh antar keduanya sekitar dua sampai tiga jam perjalanan. Cukup jauh. 

Ada satu keanehan antar keduanya, kata Nambo (kakek), jika hujan deras di Singkarak, beberapa hari, air danau Singkarak naik, maka otomatis air di Danau Maninjau juga akan naik, meskipun tidak ada hujan di Maninjau. Begitu juga sebaliknya.Semua itu karena ada sebuah terowongan penghubung di dasar danau. Teori ini seperti gelas tabung leter U yang dipakai di labor Fisika semasa sekolah. 

Antara percaya dan tidak, kuanggap cerita itu hanya analisa tanpa ilmu pengetahuan. Namun, saat dulu air Danau Maninjau susut, kabarnya air di danau Singkarak juga ikut susut. Sepertinya ini perlu pengamatan khusus dari para ahli geologi. Entahlah, itu karena memang musim kemarau yang serentak, agaknya. 

Ketika duduk di bangku SD, aku selalu ikut dengan Ayah mengunjungi Nambo (kakek) di Maninjau setiap hari Sabtu dan Minggu, atau ketika liburan sekolah.  Makan cemilan pensi (Kerang danau) buatan Etek (adik ayah), adalah hal yang sangat kusukai, selain berenang di danau tentunya.

Suatu kali, saat ke Maninjau, aku berdebat dengan Reva dan Aan sepupuku. Mereka bercerita tentang goa yang menghubungkan danau Singkarak dan danau Maninjau. Aku tidak percaya. Kupikir itu hanyalah dongeng belaka.

"Antara Maninjau dan Singkarak, memang ada terowongan bawah tanah, itu bukan cerita bohong atau dongeng!" Suara Nambo agak sedikit tegas, saat kami (aku dan Reva serta Aan) makan pensi di teras rumah Nambo di Batunanggai sore itu. Nambo agaknya mendengar sanggahanku pada Reva sepupuku. 

"Nambo tahu dari mana?" tanyaku dengan sedikit rasa menyelidik. 

Nambo memperbaiki duduknya. 

"Tiya, ingat tidak, dulu sering ada nelayan yang tenggelam, karena terbawa pusaran air?" Nambo bertanya padaku.

"Iya, sering rasanya kejadian itu. Setiap kali ada yang tenggelam di Danau Maninjau ini, akan selalu pula turun hujan panas atau hujan badai di Matua." Aku menjawab dengan lengkap. Nambo tersenyum lebar, gigi beliau agak kekuningan, tampak rapi berjejer, kuning karena bekas tembakau. 

"Mayat mereka ditemukan, ada juga yang selamat. Namun, pada zamam dahulu, ada keajaiban yang terjadi."

Nambo berhenti untuk menarik napas dalam. 

"Nah, benarkan? Hanya dongeng...." Lagi-lagi aku merasa pendapatku paling betul.

"Eee yayai .... Si Tiya ini, sama pula sikapnya  seperti nabi Musa as yang tidak sabar dalam perjalanan dengan Nabi Khaidir as. Belajarlah dari kisah para nabi, jika ada yang bicara, diamlah dulu, biarkan orang menyelesaikan pembicaraannya, jangan disanggah, jangan dipotong, apalagi sok tahu, sok pintar. Sepandai-pandainya kita, kalau sedang butuh informasi itu, belajarlah jadi cawan yang menampung air dari cerek." Nambo mulai berkhutbah. Aku diam menunduk, sambil memainkan sendok daun pada piring mangkok, tempat pensi yang kami makan. 

"Pada zaman dahulu, ada nelayan dari Galapung, mencari ikan ke tengah danau. Saat hujan datang, ada putaran air yang tiba-tiba menarik tubuh sang nelayan. Lama masyarakat mencari, tapi tidak bertemu. Akhirnya masyarakat dan keluarganya pasrah. Sampai pula diadakan acara mendoakan jenazah. Bulan berganti tahun, tiba-tiba sang nelayan pulang dalam keadaan sehat walafiat afiat. Beliau bercerita, bahwa beliau terbawa air ke dalam goa. Ada sungai dalam goa tersebut. Banyak kelelawar besar. Beliau bertahan hidup dengan minum air sungai itu, dan makan jambu biji yang banyak tumbuh dan berbuah di dalam goa. Lama berjalan, sampai baju bagian punggungnya berlumut. Beliau keluar di mulut goa yang ternyata berada di tepian danau Singkarak. Beliau juga bercerita, ada banyak bongkahan emas di dalam goa tersebut. Tapi beliau hanya sempat mengambilnya satu keping. Sang nelayan itu, akhirnya menikah dengan gadis dari Singkarak. Biasanya jika hari raya, mereka akan datang ke Galapung. Kalau Tiya tidak percaya, datanglah hari raya besok, akan Nambo antarkan kamu bertemu anak keturunan sang nelayan."

Nambo mengakhiri ceritanya, lalu menyeruput kopi yang sudah dingin. 

"Nambo akan ke Tanjung Sani, kalian ingat ya .... Jangan berenang ke danau kalau hari tampak mau hujan. Mandi saja dirumah. Air dari gunung jauh lebih segar dan bersih.Nambo pulang setelah Isya." Nambo bangkit dari duduknya dan melangkah turun ke danau. Dari teras rumah, kulihat Nambo mengayuh biduk mengarah ke Tanjung Sani. Sebuah Tanjung yang tak begitu jauh dari Batunanggai. Biduk atau sampan adalah alat transportasi masyarakat dari masa ke masa di Maninjau. 

********

Jiwa petualang kanak-kanak itu, kadang memang lebih berbahaya dari pikiran orang dewasa. Tak peduli akan nasehat Nambo, aku dan Reva juga Aan tetap berenang ke danau. 

"Kalam, capek ka tapi!" teriak Reva saat kami berenang ke tengah. (Gelap, cepat ke tepi!)

Angin bertiup kencang. Danau yang semula tenang mulai beriak dan bergelombang. Nyaliku ciut. Berenang ke tepi terasa payah karena melawan arus balik yang cukup kuat.  Penuh perjuangan kami sampai ke tepi. Pakaian penuh dengan pasir yang terbawa arus.  

Kami melangkah ke tepi sawah, di bibir danau. Ada lubuk kecil dibuat oleh Nambo, di aliran parit kecil. Fungsinya memang untuk membasuh kaki dan berwudhu jika keluar dari danau, sebelum naik ke pondok untuk shalat. Nambo biasa menepi dari danau jika sudah azan. Pondok kecil di dekat sawah Nambo, merangkap jadi mushala bagi warga sekitar, cukup untuk tujuh sampai sepuluh orang dewasa melakukan shalat berjamaah di situ.

Sambil berganti baju dengan gerak cepat, aku melihat ke tengah danau. Dadaku berdebar kencang, seperti tambua (alat musik gendang, khas Minang) yang dipukul bertalu-talu.

"Reva, apa itu?" tanyaku, sambil menunjuk ke arah danau. 

Ada lingkaran hitam di tengah danau. Tidak begitu jauh dari lokasi kami berenang. 

Reva dan Aan menggenggam tanganku erat. 

"Istigfarlah Tiya, Istigfarlah kau, itu yang namanya baling-baling air, itu yang akan bermuara ke goa di dasar danau ini, goa yang terhubung ke Singkarak!" Aan dan Reva cemas menatapku, karena bagi mereka, sanggahanku pada mereka soal goa itu, adalah sebuah kesalahan, suatu yang tabu.

Aku hanya istighfar dalam hati. Kukemasi ember sabunku, handuk dan baju kotor. Ketakutan menyelimuti hatiku, hujan turun, petir dan kilat berpacu menggetarkan langit Maninjau. Aku berlari pulang, disusul Reva dan  Aan. 

Baru saja usai magrib, aku minta duluan makan pada Etek, agar aku bisa tidur lebih cepat. Aku takut dimarahi Nambo. 

Ternyata benar nasehat orang tua,  agar tidak takut dengan apa yang akan terjadi. Karena apa yang kita takutkan justru akan terjadi. Nambo pulang lebih awal dari rencana semula. Mata Nambo tajam menatapku. 

"Jangan bilang kalau tadi, kau tak berenang ke tengah laut!" Suara Nambo membuat nyaliku ciut. 

Laut, itu sebutan warga kampung untuk danau. Entah bagaimana kisahnya dahulu. Jarang yang menyebut danau. 

"Puputan air itu datang ke kampung ini tadi, Nambo melihatnya dari Tanjung Sani. Danau itu bertuah Tiya! Jangan pernah meninggi,  sombong dan takabur, kalau tidak ingin dibenamkan alam ke dasar danau." 

Nyaliku ciut, takut sekali rasanya mendengar ancaman Nambo. 

"Tiya, laut sati, rantau bertuah, setiap kampung punya keramat masing-masingnya. Begitu juga danau kita. Danau ini tidak bisa menerima sesuatu yang kotor, darah haid, darah nifas jangan coba-coba mencucinya langsung di air danau, danau ini juga tidak menerima mayat. Setiap kali ada yang tenggelam, akan ada hujan badai, sampai mayat bertemu, atau diantar ke pinggir oleh air danau." Nambo masih melanjutkan ceritanya sambil membuka karet pada kantong plastik ukuran lima kilo. Ada banyak ikan bada danau yang sudah digoreng kering. Nambo memasukkannya ke piringku satu genggam.

"Banyak- banyak makan ikan, agar kuat berenang di danau. Belum anak Batunanggai namanya jika belum pandai berenang dikala datang badai." Beliau bangkit dan meninggalkanku meratah* bada danau*, karena nasiku telah habis.

"Sudah percaya tentang pusaran air dan goa itu kan?" Nambo berbalik dan menanyaiku. 

Aku mengangguk, mengakui, aku telah percaya. Aku tak berani lagi menyanggah cerita Nambo. Percaya tidak percaya, kisah goa dan nelayan itu memang beredar ditengah masyarakat sekitaran kampung Buya Hamka. Aku tidak berani membantahnya, karena tidak ada ilmu tentang itu. 

******

Tiga puluh tahun lebih kisah itu berlalu, Nambo telah lama pula meninggal, tapi sampai hari ini, setiap kali pulang dan ke Maninjau, dan hari hujan, mataku selalu mengitari danau, melihat kalau -kalau pusaran air itu muncul. 

Ingin rasanya ada yang meneliti tentang goa itu, meneliti tentang keberimbangan tinggi air di permukaan danau Maninjau dan danau Singkarak. Dulu aku sempat ingin mengajukan diri bekerja sebagai pemantau debit air danau, saat ditawari dosen yang sedang melakukan penelitian hidrologinya, tapi jodoh dan nasib membawaku jauh dari danau.

πŸŒ€πŸŒŠπŸŒ€πŸŒŠπŸŒ€πŸŒŠπŸŒ€πŸŒŠπŸŒ€πŸŒŠπŸŒ€πŸŒŠπŸŒ€πŸŒŠπŸŒ€πŸŒŠ

Sarolangun, 14 November 2020.

*Galapung dan Batunanggai juga Tanjung Sani adalah nama kampung kecil setelah Sungai Batang ( kampung kecil Buya Hamka).

*Meratah bada danau artinya makan goreng ikan danau tanpa nasi, dijadikan cemilan. 

*Bada adalah sebutan lain untuk jenis ikan yang seukuran jari tangan.

*Pensi adalah kerang endemik Danau Maninjau. Penampakannya seperti foto di bawah ini.


Karya: Iphat Chan

Share:

1 komentar:

  1. Lastly, you'll obtain a four-digit validation code by way of SMS that you have to enter to complete your registration. Rainbow Riches is one of many slot machines with a Leprechaun theme. It is a enjoyable and thrilling recreation with plenty of fascinating options to keep you entertained, like a bonus round referred to as Pick Me, or Pots of Luck. There is 카지노 μ‚¬μ΄νŠΈ a Wild that helps to create a successful combination by matching certain symbols collectively. Make sure to pay attention to the Leprechaun’s hat, however, as this will set off a bonus round. For each spin, the twin reels can increase to become three, 4 and even five-doubled reels.

    BalasHapus

Definition List

Unordered List

Support