Suatu hari beberapa tahun setelah Indonesia merdeka, seorang Guru sejarah di SMP Negeri Tanjung Alam, Ampek Angkek Kabupaten Agam bercerita dihadapan murid-muridnya. Cerita tentang Sejarah Eropa.
Dikisahkan
oleh guru itu bagaimana situasi Eropa yang begitu kacau satu ketika. Adalah
Menteri Luar Negeri Austria ketika itu yang berhasil menghadirkan solusi yang
mendamaikan. Seorang murid terpana dengan usaha sang menteri dan bertanya pada
gurunya bagaimana hal itu dilakukan. Sang guru menjawab bahwa semua itu
dilakukan tanpa senjata tanpa kekerasan. Sang menteri, menurut guru itu, hanya
menggunakan kemampuannya berbicara dan berunding sehingga akhirnya semua pihak
setuju dengan solusi damai yang ditawarkannya. Sejak itulah murid itu jatuh
cinta pada pekerjaan diplomasi dan selalu ingin jadi diplomat.
Kisah
itu diambil dari madeandi.com, I Made Andi Arsana: "Dari Hati ke Hati
dengan Profesor Hasjim Djalal".
Beberapa
waktu yang lalu murid itu telah berusia 87 tahun. Dia telah mewujudkan
cita-citanya menjadi Diplomat. Menjadi Duta Besar, menjadi Juru Runding -
Negoisator ulung bahkan pencapaiannya jauh melebihi itu. Dia sangat-sangat
berjasa terhadap Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan layak disebut
Pahlawan.
Murid
itu adalah Hasyim Djalal yang setelah dewasa menjadi tokoh penting dalam hukum laut
nasional dan internasional. Beliau adalah Diplomat Indonesia dan Ahli Hukum
Laut Internasional. Mengapa beliau saya katakan Pahlawan NKRI?.
Beliau
adalah pelaku sejarah perjalanan Bangsa Indonesia menjadi Negara Besar dalam
arti sesungguhnya. Beliau tercatat sebagai salah satu arsitek United Nations
Convention on the Law of the Sea (UNCLOS) atau konvensi hukum laut
internasional yang disahkan PBB pada 10 Desember 1982.
Konvensi
hukum laut internasional mengembangkan teori bahwa satu negara yang terdiri
atas kepulauan, dianggap satu, dan menyatukan seluruh perairan di dalamnya
sebagai wilayah nasionalnya.
Setelah
berlakunya Konvensi Hukum Laut 1982, maka garis pangkal Negara Kepulauan dapat
ditetapkan dengan menarik garis dari titik-titik terluar dari pulau-pulau
terluar. Dengan demikian, maka perairan yang berada di dalam garis pangkal
Kepulauan dan sumber daya yang terkandung di laut kepulauan berada di bawah
kedaulatan Indonesia. Indonesia yang awalnya "hanya" berdaulat 3 mil
dari garis pantai menjadi berdaulat atas 200 mil dari garis pantai pulau
terluar.
Dengan
diterimanya konsep Negara Kepulauan oleh komunitas internasional menyebabkan
luas wilayah Indonesia menjadi 3 kali lipat lebih luas.
Itu
merupakan hasil perjuangan dan diplomasi Prof. Hasyim Djalal. NKRI yang ketika
merdeka 17 Agustus 1945 itu luasnya 2 juta kilometer persegi menjadi 5,8 juta
kilometer persegi.
Luar
biasa, seorang "anak gunung" memiliki pemikiran visioner tentang
kelautan. Prof. Hasjim berpikir, sebagai negara kepulauan laut berfungsi
sebagai pemersatu bangsa. Bukan sebagai pemisah sebagaimana sering dikatakan
bahwa laut (selat) memisahkan antara pulau yang satu dengan pulau yang lainnya.
Luar
biasa, karena diwaktu kecilnya juga mengalami hal-hal yang sulit. Mengungsi
karena ada perang. Berjalan kaki puluhan kilometer dari kampungnya ke Maninjau
hingga ke Lubuk Basung.
Dengan
semua kondisi dan keterbatasan beliau mampu melewatinya. Mewujudkan mimpinya,
merantau dan menjadi diplomat.
Semua
itu sekali lagi karena pemikiran beliau yang sangat visioner. Pemikiran yang
masih melekat diusia beliau yang 87 tahun.
"Sumatera
Barat bukan hanya sampai Mentawai", ucap beliau dalam acara peluncuran dan
bedah Buku ,"Patriot Negara Kepulauan: Biografi 87 Tahun Prof. Dr. H. Hasyim Djalal, MA Gelar
Tuangku Pujangga Diraja". Dalam acara yang digelar Universitas
Muhammadiyah Sumatera Barat tersebut beliau terlihat masih sangat sehat dan
enerjik.
Kalimat
yang beliau sampaikan tersebut merupakan sebuah pesan dan pelajaran penting
kepada kita agar tidak berpikiran lokal dan sempit serta jangka pendek. Orang
gunung jangan berpikir hanya tentang pegunungan. Orang Sumatera Barat jangan
berpikir hanya Sumatera Barat.
Kita
jangan hanya berpikir daerah sementara kita berada dalam wilayah Negara Kesatuan
Republik Indonesia. Perebutan wilayah tidak melulu dengan perang, diplomasi
mampu membuat kita memiliki berjuta-juta kilometer persegi wilayah.
Apa
yang beliau lakukan adalah inspirasi bagi generasi saat ini sebagaimana dulunya
beliau terinspirasi cerita guru sejarah beliau. Inspirasi bahwa kemampuan
beradu argumentasi sangat penting. Bukan hanya koar-koar atau adu lantang
berteriak atau memukau lawan dengan kalimat-kalimat indah. Kemampuan meyakinkan
lawan dengan argumentasi yang kuat menjadi yang utama.
Dan
semua tidak pernah lepas dari kepentingan Negara Kesatuan Republik Indonesia
yang terdiri dari darat, laut, dan udara di atasnya sebagai satu kesatuan
politik, ekonomi, sosial, budaya dan pertahanan keamanan. Konsep berpikir atau
visi harus menjawab tantangan geografis
NKRI yang terdiri dari ribuan pulau serta ribuan latar belakang sosial budaya
penduduknya. Segala keanekaragaman dan keunikan yang ada merupakan perekat
persatuan untuk mencapai tujuan nasional.**
0 komentar:
Posting Komentar