Dalam satu hari ini, beberapa orang kawan menyampaikan kepada saya bahwa Tenaga Honorer, Tenaga Kontrak, Tenaga Harian Lepas atau apapun sebutannya "Tidak Menerima Tunjangan Hari Raya".
Ketika saya tanya balik apa alasannya, disebutkan bahwa tidak ada dalam aturan Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2022 Tentang Pemberian THR dan Gaji ke 13 kepada Aparatur Negara, Pensiunan, Penerima Pensiun dan Penerima Tunjangan Tahun 2022. Dalam PP tersebut tidak dicantumkan bahwa Tenaga Honorer, Tenaga Kontrak, Tenaga Harian Lepas dalam kelompok yang berhak menerima THR dan Gaji ke 13.
Sebelum menjawab apakah selain yang disebutkan sebagai penerima THR dalam PP tersebut juga berhak menerima THR seperti Tenaga Honorer, saya akan mencoba berbagi cerita tentang THR.
THR pertama kali dikenal di Indonesia pada tahun 50an di Era Kabinet Soekiman Wirjosandjojo. Dalam Buku "Politik Perburuhan Era Demokrasi Liberal 1959an", Jafar Suryomenggolo menjelaskan bahwa THR muncul sebagai akibat kemiskinan absolut yang dialami kaum butuh pada era tersebut. Pada tanggal 13 Februari 1953 parah buruh di Indonesia melakukan mogok kerja menuntut diberikannya THR untuk semua pekerja.
Saat ini THR diatur dalam Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2015 tentang Pengupahan dan Permenaker Nomor 6 tahun 2016 tentang THR Keagamaan bagi Pekerja/Buruh di Perusahaan.
Dalam Pasal 1 Permenaker tersebut dinyatakan bahwa THR adalah pendapatan non upah yang wajib dibayarkan pengusaha. THR diberikan karena adanya "hubungan kerja" antara pemberi kerja dengan tenaga kerja. Hubungan kerja itu sepanjang memenuhi kriteria adanya pekerjaan, adanya upah dan adanya perintah. Dalam UU 13/2003 secara tegas juga dinyatakan bahwa unsur hubungan kerja itu adalah Pelayanan, Waktu dan Upah.
Pemerintah termasuk DPR membuat Undang-Undang tentang ketenagakerjaan dengan tujuan melindungi para pihak terkait hubungan kerja yaitu Tenaga Kerja dan Pemberi Kerja. Agar para pihak tersebut tidak ada yang dirugikan. Hal ini dianggap sangat penting karena menyangkut kepentingan umum, dan oleh karena itu ketenagakerjaan bukan lagi hukum privat tetapi telah menjadi hukum publik.
Pada tahun ini, THR diatur dalam Surat Edaran Menteri Ketenagakerjaan Nomor M/1/HK.04/IV/2022. Dalam surat edaran tersebut dijelaskan bahwa ada dua kriteria karyawan yang berhak dapat THR 2022, yaitu:
1. Pekerja atau buruh yang telah bekerja selama 1 (satu) bulan secara terus menerus atau lebih.
2. Pekerja atau buruh yang memiliki hubungan kerja dengan
pengusaha berdasarkan perjanjian kerja waktu tidak tertentu atau pejanjian
kerja waktu tertentu.
Setelah membaca dengan seksama PP 16/2022, memang Tenaga Honorer, Tenaga Kontrak THL bahkan Kepala Desa/Walinagari beserta perangkatnya tidak tertulis masuk dalam kelompok yang menerima THR dan Gaji ke 13. Tetapi juga tidak termasuk dalam kelompok “tidak diberikan THR”. Pasal 5 menegaskan bahwa THR dan Gaji ke-13 “tidak diberikan” hanya kepada Pegawai Negeri Sipil (PNS), Prajurit TNI, dan anggota Polri, apabila mereka:
1. Sedang cuti di luar tanggungan negara atau dengan sebutan lain
2. Sedang melaksanakan tugas di luar instansi pemerintah baik di
dalam negeri maupun di luar negeri yang gajinya dibayar oleh instansi tempat penugasan
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Dalam PP 16/2022 tersebut beberapa kali dinyatakan (dalam poin petimbangan dan dalam pasal) bahwa Pemerintah memberikan “THR sebagai wujud penghargaan atas pengabdian kepada Bangsa dan Negara”. Selanjutnya, pada bagian penjelasan PP 16/2022 paragraf ke lima dinyatakan bahwa pemberian THR dan Gaji 13 "juga diberikan kepada Pegawai Non Pegawai ASN yang bertugas pada Instansi Pemerintah . ... dstnya".
Dari uraian diatas, seharusnya Tenaga Honorer, Tenaga Kontrak, Kepala Desa/Walinagari beserta perangkatnya berhak mendapatkan THR karena memenuhi unsur hubungan kerja, bekerja dan mengabdi untuk kepentingan bangsa dan negara, bekerja pada instansi pemerintah dan diangkat sesuai peraturan perundangan berlaku.
Jika ada beberapa instansi memaknai aturan bahwa mereka tidak diberikan THR karena tidak termasuk dalam kelompok penerima THR jelas itu sangat keliru. Bahkan, meskipun tidak memberikan THR dan Gaji ke 13 itu dilakukan karena faktor "taat aturan" juga bukan alasan yang bijak.
Pejabat Publik seperti Kepala Daerah mempunyai wewenang untuk mengambil tindakan atau keputusan ketika menghadapi masalah seperti itu. Wewenang itu bisa digunakan ketika menghadapi adanya aturan yang tidak jelas atau tidak lengkap. Wewenang itu namanya Diskresi sebagai mana diatur pada Pasal 1 angka 9 UU 30/2014 tentang Administrasi Pemerintahan.
Sebagai Pejabat Publik seorang Kepala Daerah tidak semata mengerjakan hal-hal rutin tetapi juga harus memiliki keberanian untuk melakukan sesuatu untuk kepentingan orang banyak. Berani memperjuangkan sesuatu yang bermanfaat masyarakat atau orang-orang yang dipimpinnya.
Kesimpulan Penulis, Walinagari/Kepala Desa, Tenaga Honorer, Tenaga Kontrak, Tenaga Harian Lepas atau sebutan lainnya dan juga Kepala Desa/Walinagari beserta perangkatnya berhak dan harus diberikan THR dan Gaji ke 13.
Lubuk Basung, 22 April 2022
0 komentar:
Posting Komentar